PIKIRAN RAKYAT - Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) berhak memanggil dan menghadirkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk didengar keterangannya pada Sidang Sengketa Hasil Pilpres 2024.
Menurut Feri, MK berwenang mempermasalahkan kinerja Presiden secara konstitusional jika Presiden dianggap melanggar hukum dan tidak memenuhi syarat menjadi Presiden.
“Ini, kan, konteks kepemiluan, dan Presiden dianggap terlibat dalam kecurangan pemilu,” kata Feri dikutip dari kanal YouTube Feri Amsari, Sabtu, 13 Apri 2024.
![Presiden Jokowi.](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:1249x755/x/photo/2024/03/21/2484309728.jpg)
Menteri bela Presiden
Feri juga menyinggung keterangan empat menteri yang menghadiri Sidang Sengketa Pilpres 2024 pada 5 April 2024. Keempat menteri itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.
Menurut Feri, keterangan yang diberikan keempat menteri tersebut cenderung membela Presiden Jokowi dan programnya.
Feri juga menilai pertanyaan yang diberikan hakim konstitusi tidak tajam dan jawaban para menteri cenderung normatif.
![Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) menyampaikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (5/4/2024). MK memanggil Sri Mulyani beserta Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Menteri Sosial Tri Rismaharini untuk memberikan keterangan dan pendalaman lebih jauh oleh hakim konstitusi dalam sidang PHPU Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Ad](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2024/04/05/797253554.jpg)
Ia mencontohkan, hakim tidak bertanya kepada Airlangga mengapa dia dan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan turut membagikan bansos secara langsung ke masyarakat pada masa kampanye. Padahal, membagikan bansos bukan tugasnya.
Tindakan itu dinilai melanggar UU Nomor 11/2009 dan UU Nomor 14/2019, yang menyebut bahwa pembagian bansos itu merupakan tugas menteri sosial.