kievskiy.org

Dunia Harus Tahu Kecurangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024, Bukan Pelanggaran Biasa

Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Amnesty International mendorong agar Mahkamah Rakyat digelar agar dunia tahu praktik culas Prabowo-Gibran.
Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Amnesty International mendorong agar Mahkamah Rakyat digelar agar dunia tahu praktik culas Prabowo-Gibran. /Antara/Galih Pradipta

PIKIRAN RAKYAT - Masyarakat sipil mendorong digelarnya Pengadilan Rakyat atau Mahkamah Rakyat agar dunia mengetahui praktik culas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, dalam diskusi daring bertajuk 'Mahkamah Rakyat untuk Keadilan Pemilu, Perlukah?'. Diskusi itu digelar pada Senin, 15 April 2024.

"Mungkin hampir tidak ada presedennya di dunia, sebuah praktik yang tidak lazim dalam bentuk kekerasan elektoral atau kecurangan elektoral, kejanggalan elektoral, tidak keberesan elektoral, bahkan kejahatan elektoral, yang kemudian diperiksa dan kemudian diadili oleh sebuah Mahkamah Rakyat yang berskala seperti Bertrand Russell Tribunal ini," kata Usman.

Gibran Rakabuming, cawapres yang menjadi pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Gibran Rakabuming, cawapres yang menjadi pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024.

Usman menyebut Pilpres 2024 bukan sekadar pelanggaran Pemilu biasa, tetapi orkestrasi penyalahangunaan kekuasaan yang berlangsung sebelum pemilu dilaksanakan. Ia pun lantas menyinggung catatan penutup dari Komite HAM PBB pada sidang bulan Maret lalu.

"Catatan penutup dari Komite HAM PBB pada sidang-sidang di Maret yang lalu mempertanyakan kepada pemerintahan Indonesia tentang dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan," ucapnya.

"Di dalam tindakan presiden yang memengaruhi proses Pemilu secara tidak pada mestinya untuk meloloskan putra presiden, dalam hal ini Gibran Rakabuming Raka, untuk lolos dalam larangan syarat usia 40 tahun yang sebelumnya (berlaku) dalam hukum pemilu. Hukum itu diubah dengan cara yang tidak semestinya," katanya lagi.

Usman menjelaskan, dugaan ini akhirnya berkembang bukan sekadar pelanggaran pemilu biasa, tetapi sebuah penyalahgunaan kekuasaan yang mengubah hukum demi keuntungan pribadi dari Presiden Jokowi dan penyalahgunaan atau penyelewengan konstitusi.

"Ini harus dijawab oleh pemerintah Indonesia, dan mungkin catatan Komite PBB tak berhenti di situ saja. Seandainya ada Mahkamah Rakyat yang digelar masyarakat sipil Indonesia, harapan saya tentu ada sebuah laporan resmi yang bisa dituliskan di dalam bahasa Inggris dengan menunjukkan pelanggaran-pelanggaran Konstitusi," tuturnya.

Usman berharap, Mahkamah Rakyat bisa segera digelar sebagai preemptive justice sehingga bisa didengar hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sebelum mengambil keputusan.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat