kievskiy.org

Kabinet Prabowo Dilarang 'Gemoy', Dibuat Ramping supaya Hemat Belanja Negara

Presiden dan wakil preside terpilih Prabowo Subianto (kiri) bersama Gibran Rakabuming Raka.
Presiden dan wakil preside terpilih Prabowo Subianto (kiri) bersama Gibran Rakabuming Raka. /Antara/Aprillio Akbar

PIKIRAN RAKYAT - Presiden terpilih Prabowo diperingatkan supaya kabinet yang akan membantunya di periode 2024-2029 dibuat ramping alih-alih 'gemoy'. Jika terlalu banyak kementerian/Lembaga, maka makin banyak uang negara yang mesti dibelanjakan.

Peringatan ini datang dari Direktur Eksekutif Indef/Pengajar Universitas Diponegoro, Esther Sri Astuti. Ia mulanya menjelaskan bahwa kondisi fiskal Indonesia sedang tidak baik-baik saja saat ini.

Pasalnya, dari tahun ke tahun tren ratio utang Indonesia meningkat, sedangkan pendapatan negara nilainya semakin turun. Hal demikian otomatis menimbulkan defisit fiskal kian melebar.

"Ratio utang terhadap PDB (Produk domestik bruto) yang mencapai sekira 40 persen jelas akan membawa persoalan sendiri bagi Presiden terpilih Prabowo. Hal itu akan menyebabkan efektivitas jalannya pemerintahan ke depan menjadi sangat riskan," kata dia, dalam Diskusi Publik Universitas Paramadina, dengan Tema ”Dilema Kabinet Prabowo dalam Bungkai Koalisi Besar”, Kamis, 11 Juli 2024.

Untuk itu, menurutnya lebih bijak bila Prabowo tak memperbanyak pos kementerian seperti yang digadang-gadang di awal-awal pengumuman kemenangannya.

"Ihwal kabinet, semakin ‘’gemoy’’ kabinet, maka akan semakin besar belanja rutinnya. Hendaknya kabinet dibuat seramping mungkin agar efektif. Walaupun koalisi partainya besar, tapi kabinet cukup rasional dan ramping saja," ucapnya lagi.

Baca Juga: PSI Bakal Jadi Lawan Golkar di Pilkada Banten 2024, Kaesang: Mohon Maaf Kami Berseberangan

Dia juga menjelaskan mengenai perekomian Indonesia yang secara fundamental masih lemah. Hal ini dinilai akan menyebabkan lemahnya daya tahan negeri terhadap guncangan dan tekanan ekonomi global.

"Perkembangan ekspor Indonesia, sejak awal 2023 hingga kuartal pertama 2024, memiliki tren menurun. Perlambatan perdagangan dunia turut membuat turun selisih antara ekspor dengan impor atau neraca perdagangan," katanya, mengambil contoh konkret keterkaitan ekonomi lemah dan transaksi global yang dimaksud.

Esther melanjutkan, pada kuartal 1-2023, Indonesia mengalami surplus perdagangan sejumlah 14 miliar USD. Sedangkan pada kuartal pertama tahun 2024, surplus tersebut menurun jadi 9,8 miliar USD. Di sisi lain, harga komoditas ekspor utama Indonesia mulai menurun di pasar global.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat