kievskiy.org

Tunggal Putri, Pekerjaan Rumah Terberat PBSI

Pebulutangkis tunggal putri Indonesia Bellatrix Manuputty setelah mengalahkan pebulutangkis Thailand Ongbamrungphan, pada 27th Seagames Myanmar 2013, di Wunna Theikdi Indoor Stadium C, Nay Pyi Taw, Myanmar, Sabtu 14 Desember 2013 silam.Tunggal putri kembali dianggap jadi pekerjaan rumah terberat bagi kepengurusan PP PBSI baru.*
Pebulutangkis tunggal putri Indonesia Bellatrix Manuputty setelah mengalahkan pebulutangkis Thailand Ongbamrungphan, pada 27th Seagames Myanmar 2013, di Wunna Theikdi Indoor Stadium C, Nay Pyi Taw, Myanmar, Sabtu 14 Desember 2013 silam.Tunggal putri kembali dianggap jadi pekerjaan rumah terberat bagi kepengurusan PP PBSI baru.*

JAKARTA, (PR).- Tunggal putri kembali dianggap jadi pekerjaan rumah terberat bagi kepengurusan PP PBSI baru. Pasalnya, mantan Kabid Binpres PBSI periode 2012-2016, Rexy Mainaky menilai jika di sektor ini tidak memiliki role model. Sejak kepengurusannya, Rexy menilai jika para pemain di sektor tunggal putri yang kini lebih banyak di dominasi pemain muda tidak memiliki panutan yang bisa jadikan contoh. Hingga mereka seringkali merasa kurang percaya diri melihat sektor lain, seperti tunggal putra yang terlihat bisa maju. "Dulu ada yang mengeluhkan kepada saya. Bahwa dia sudah latihan tapi kok masih kalah saja di pertandingan. Lalu, saya tanya, apa yang membuat dia begitu. Atletnya bilang karena takut kalah. Seharusnya dia berlatih bukan hanya untuk menang, tapi juga untuk siap kalah. Karena itu, kadang mereka melihat bahwa untuk bisa menyusul prestasi sektor lain itu mustahil. Padahal atlet sekarang saya lihat secara teknik dan skill lebih bagus dari pada dulu," ucapnya kepada wartawan di FX Jakarta, Jumat 9 Desember 2016. Tentu hal itu menjadi hal yang menurutnya harus diselesaikan oleh penerusnya, Susi Susanti yang notabene memang spesialis tunggal putri. Apakah dengan menambah disiplin latihannya, ataupun pelatihnya yang juga harus lebih keras. Meski begitu dia mengaku menilai hal itu bukan dalam konteks untuk mengajari kepengurusan baru. Menurut dia, masalah mental pemain ini harus dibangun dari klub atau daerahnya. Karena saat ini hal itu yang dipandangnya kurang dilakukan oleh klub atau daerah. "Harusnya klub dan daerah memikirkan bagaimana mempersiapkan atletnya menjadi atlet nasional. Kendalanya saat ini di klub-klub tidak punya tujuan itu, dari sisi atletnya sendiri sudah masuk pelatnas pun harusnya punya target lebih. Bukan sudah masuk lalu berpuas diri. Saat ini yang terjadi di klub-klub, pemain sudah kenal zona aman dan mereka tidak berani keluar dari zona tersebut. "Sense of secure"-nya kurang," tuturnya. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat