kievskiy.org

Peraih Medali Jabar Sesalkan Besar Pajak Bonus PON XIX 2016

BANDUNG, (PR).- Gejolak di kalangan atlet PON XIX Jabar terkait pajak bonus semakin memanas. Mereka menilai petugas pajak salah kaprah dengan mengelompokan mereka sebagai peserta lomba olahraga, bukan sebagai olahragawan pemberi jasa. Potongan pajak bonus PON XIX untuk atlet Jabar rata-rata mencapai dua kali lipat pajak yang sama yang diterapkan untuk atlet Jatim. Padahal penghitungan pajak sama-sama menggunakan dasar UU 32 Tahun 2008 dan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2015 tentang Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh 21. Perbedaan itu diakibatkan penerapan Pasal 3 Peraturan Dirjen Pajak di mana Jatim mengkategorikan atlet PON XIX sesuai huruf c pasal tersebut, sebagai olahragawan bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa. Dengan begitu sehingga berdasarkan Pasal 9 ayat (1) poin c, pajak dihitung dari 50 persen penghasilan bruto. Sementara itu di Jabar, atlet dikategorikan sebagai peserta perlombaan bidang olahraga yang menerima penghasilan sehubungan keikutsertaannya dalam lomba tersebut. Akibatnya, penghitungan pajak pun merunut pada Pasal 9 ayat (1) huruf d dan dihitung dari 100 persen penghasilan bruto. Peraih emas cabor angkat berat Asep Nurdin mengaku kecewa dengan dasar penghitungan seperti itu. Ia menilai pasal 3 huruf f merupakan kategori untuk atlet profesional yang mendapat hadiah dari panitia lomba. "Jelas saya tidak terima, karena kami ini pemberi jasa bagi daerah demi terwujudnya Jabar Kahiji. Bonusnya pun diberikan atas jasa itu dari pemerintah daerah, bukan berupa hadiah dari panitia lomba," tutur Asep di komplek GOR Pajajaran Kota Bandung, Senin, 30 Januari 2017. Selain itu Asep pun menyesalkan tidak adanya apresiasi atas pemecahan rekor seperti di Jatim. Sebagai pemecah 6 rekor PON dan nasional, Asep mengaku capaiannya itu tak lepas dari perjuangan keras dengan tenaga ekstra seperti yang diminta Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. Hal senada diungkapkan atlat angkat berat lain M. Yusuf. Ia menilai, tidak adanya apresiasi atas pemecahan rekor sebagai penurunan penghargaan dari pemerintah. Yusuf mengatakan, pada 2012 lalu pemerintah memberikan apresiasi sebesar Rp 10 juta untuk setiap rekor yang dipecahkan. "Untuk atlet yang hanya bermain di satu nomor pertandingan, apresiasi rekor menjadi tambahan tersendiri," ucapnya. Sementara itu peraih emas atletik, Eki Vebri menambahkan, penurunan apresiasi tak hanya dengan tidak adanya bonus untuk pemecah rekor. Namun dengan potongan bonus yang besar, bonus yang diterima pun lebih kecil ketimbang 2012. Pada 2012, kata Eki, atlet peraih emas mendapat bonus uang Rp 100 juta dan rumah senilai Rp 150 juta tanpa dibebani pajak. Sementata dengan pajak yang diterapkan saat ini, bonus Rp 275 juta hanya tersisa sekitar Rp 236 juta. Selain itu, kenaikan dari Rp 200 juta menjadi Rp 275 juta pun pada akhirnya sia-sia. Bonus atlet Jabar tetap lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain. "Di Lampung bonus emas Rp 250 bersih tanpa potongan pajak. Belum lagi kalau bicara perak di Jatim Rp 110 juta, di Jabar Rp 80 juta dan perunggu di Jatim Rp 50 juta, di Jabar Rp 40 juta," tutur Eki.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat