kievskiy.org

Rapor Merah untuk Kemendikbud, Apa Alasannya?

JAKARTA, (PR).- Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberi nilai merah terhadap kinerja dan kebijakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepanjang 2017. Enam poin yang mendapat perhatian khusus FSGI yakni terkait kebijakan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), full day school, kekerasan di dunia pendidikan, kontrol buku pendidikan yang lemah, peringkat PISA, dan tunjangan profesi pendidik.

Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo mengatakan, sistem zonasi pada PPDB menuai banyak masalah di daerah, terutama perihal kecukupan daya tampung sekolah dan minat pendaftar yang tidak seimbang. Menurut dia, akibatnya, anak-anak seperti di Gresik hanya memiliki peluang 5% saja diterima di sekolah negeri dari kecamatan yang terdekat.

“Ketentuan batas usia maksial dalam sistem PPDB online juga membuat sejumlah siswa di Tangerang tidak diterima di SMP negeri karena usianya sudah lebih dari 15 tahun meskipun nilainya tinggi dan tempat tinggalnya berada di zona ring satu. Kasus ini perlu dievaluasi agar menjadi perhatian bersama untuk tidak terulang kembali karena melanggar pemenuhan hak anak atas pendidikan,” kata Heru melalui siaran pers yang diterima “PR”, Rabu, 27 Desember 2017.

Perihal kebijakan sekolah lima hari, Heru menegaskan program tersebut memicu kontroversi selama berbulan-bulan di dunia pendidikan nasional. Pasalnya, Kemendikbud tidak mampu mensosialisasikan dengan baik sehingga menuai pertentangan dari berbagai pihak. Antara lain dari para pengelola pesantren dan sekolah agama. “Selain itu, penilaian PPK yang langsung wajib diimplementasikan tahun ajaran 2017/2018 juga menimbulkan kesulitan tersendiri bagi guru dan sejumlah sekolah,” katanya.

Terkait kekerasan di dunia pendidikan, FSGI menilai kasusnya semakin beragam dan masif. Bahkan, tidak jarang beririsan dengan tindak pidana karena menimbulkan korban jiwa. Heru menilai, kasus-kasus kekerasan tersebut menjadi ciri bahwa guru dan tenaga kependidikan masih gagap dalam menangani sejumlah kasus kekerasan di sekolah. “Selain itu pemerintah harus melakukan percepatan dan sosialisasi program sekolah ramah anak,” ujarnya.

Program bersifat formalitas

Poin selanjutnya, FSGI menilai Kemendikbud masih lemah dalam mengontrol distribusi buku pelajaran sehingga menimbulkan keresahaan di masyarakat. “Buku yang berisi konten kekerasan dan pornografi masih ditemukan beredar. Terakhir yang sangat heboh adalah kekeliruan penulisan buku IPS SD kelas VI terkait penyebutan Yerusalem sebagai ibukota Israel, ini sangat memprihatinkan karena buku tersebut lolos penilaian perbukuan,” katanya.

Heru menyatakan, kualitas pendidikan Indonesia juga tak kunjung membaik. Berdasarkan hasil survei Programme for International Students Assessment (PISA), rata-rata skor pencapaian siswa-siswi Indonesia untuk sains, membaca, dan matematika berada di peringkat 62, 61, dan 63 dari 69 negara yang dievaluasi. Menurut dia, hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil tes dan survei PISA pada tahun 2012.

“Bukti ini menunjukkan bahwa performa pendidikan nasional kita belum beranjak naik signifikan. Program literasi nasional yang dikembangkan pemerintah relatif bersifat formalitas dan administratif belaka. Soal tunjangan profesi pendidik, ada kepala sekolah SMK yang hanya mendapat 1 bulan, artinya tunjungan yang 5 bulan tidak cair,” ujarnya

Wakil Sekjen FSGI Satriawan Salim menambahkan, FSGI meminta pemerintah untuk melakukan pemetaan yang utuh, valid dan komprehensif terkait jumlah terkait pembagian zonasi. Pemerintah juga harus mengevaluasi sistem penilaian berbasis PPK dalam Kurikulum2013. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat