kievskiy.org

Kemenristekdikti Bentuk ICE, Regulator Perkuliahan Jarak Jauh

ILUSTRASI.*/ADE BAYU INDRA/PR
ILUSTRASI.*/ADE BAYU INDRA/PR

DENPASAR, (PR).- Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi membentuk lembaga baru bernama Institute Cyber Education (ICE). ICE bertindak sebagai regulator untuk perguruan tinggi yang menggelar perkuliahan jarak jauh (PJJ). 

Menristekdikti Mohamad Nasir menuturkan, pembentukan ICE untuk merespons pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi tersebut membuat banyak perguruan tinggi membuka PJJ. Kendati demikian, jika tak memikili standar, PJJ dikhawatirkan akan mereduksi mutu lulusan perguruan tinggi.

"Jadi ICE ini yang menaungi semua perguruan tinggi yang membuka PJJ. Koordinasi dan pengawasannya ada di situ. Banyak yang kerja sama dengan ICE seperti Universitas Terbuka, Universitas Indonesia, dan kampus lain yang memang sudah membuka PJJ," kata Nasir di Denpasar, Bali, Selasa, 27 Agustus 2019.

Ia mengatakan, ke depan, Kemenristekdikti mendorong sebanyak mungkin perguruan tinggi umum dan vokasi untuk membuka PJJ. Dengan demikian, angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi dapat dikerek naik.

PJJ sudah banyak diterapkan di seluruh dunia, terutama negara dari Eropa dan Amerika. "UI dan UT sudah berhasil menggelar PJJ yang bermutu," katanya.

Belum merata

Sistem PJJ hingga saat ini belum bisa digelar secara merata di semua kampus. Selain terkendala ketersedian infrastruktur penunjang, yakni internet, PJJ juga terbentur kesiapan dosen dan kultur sosial masyarakat yang masih lebih memercayai sistem kuliah tatap muka. Kendati demikian, PJJ diklaim sebagai sebuah inovasi yang relevan dalam menghadapi kemajuan zaman. 

PJJ sangat mengandalkan pemanfaatan teknologi dan dukungan infrastruktur jaringan internet yang baik. Nasir mengaku telah meminta dukungan dari PT. Telkom untuk meningkatkan jaringan internet di semua wilayah, terutama untuk perguruan tinggi wilayah Papua dan Papua Barat agar tidak tertinggal dari perguruan tinggi di pulau Jawa.

Menurut Nasir, semua perguruan tinggi terus didorong untuk merintis model kuliah non-tatap muka ini. Pasalnya, hal tersebut menjadi satu dari beberapa konsep pengembangan Cyber University yang dipersiapkan untuk menghadapi revolusi industri 4.0. Dia mengatakan, baru ada 51 dari total 85 perguruan tinggi negeri (PTN) yang siap menggelar PJJ.

Rektor asing

Selain membentuk ICE, Kemenristekdikti juga mengeluarkan izin prinsip pendirian Universitas Siber Asia (USA), kampus berbasis PJJ yang didirikan Yayasan Memajukan Ilmu dan Kebudayaan (YMIK). YMIK juga tercatat sebagai pemilik Universitas Nasional Jakarta.

"Ini (USA) PTS pertama yang dipimpin rektor asing. Ke depan, saya ingin ada dua lagi perguruan tinggi yang dipimpin rektor asing," kata Nasir.

Rektor asing pertama itu berasal dari Korea Selatan bernam Jang Youn Cho. Nasir mengumumkan Cho pada pembukaan kegiatan ilmiah Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).

Cho pernah menjabat Wakil Presiden Hankuk University periode 2014-2017 dan Rektor Cyber Hankuk University of Foreign Studies. "Rektor asing harus pernah memimpin perguruan tinggi. Cho mempunyai pengalaman," ujar Nasir.

Cho mengaku senang dilibatkan dalam proses membangun PJJ di Indonesia. Menurut dia, fokus meningkatkan kualitas pendidikan tinggi harus mencakup lima bidang. Yakni, manajemen, akuntansi dan perpajakan, komunikasi, sistem informasi, dan teknologi. 

"Karena industri 4.0 tidak hanya teknologi. Banyak aspek. Semuanya harus terintegrasi dalam big data. Era 4.0 terbentuk karena kebutuhan manusia. Mereka ingin semuanya serba cepat, saling terkoneksi, dan tidak ribet. Saya meminta rekan dari profesor Amerika Serikat dan Korsel untuk mengembangkan USA," katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat