kievskiy.org

UKT Mahal, Pendidikan Tinggi Bak Pasar 'Ada Uang, Ada Barang'

Ilustrasi UKT di Perguruan Tinggi Negeri.
Ilustrasi UKT di Perguruan Tinggi Negeri. /Pixabay/EmAji Pixabay/EmAji

PIKIRAN RAKYAT - Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi menjadi polemik tersendiri jelang tahun ajaran baru 2024/2025. Nominal UKT yang mahal pun dikeluhkan oleh publik belakangan ini.

Menurut Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J Rachbini, UKT yang mahal, khususnya di perguruan tinggi negeri (PTN) di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbubristek) disebabkan karena alokasi anggaran hanya 1,1 persen atau 7 triliun dari 20 persen yang semestinya dialokasikan ke sektor pendidikan secara keseluruhan.

“PTN dipaksa untuk mencari anggaran sendiri dengan cara mengeruk uang dari mahasiswa sehingga pendidikan tinggi tidak lebih dari pasar ‘ada uang, ada barang’,” katanya, dalam keterangan yang diterima Pikiran-Rakyat.com pada Senin, 24 Juni 2024.

Alokasi dana untuk pendidikan tinggi dinilai sebagai aspek yang tak terlalu diperhatikan oleh pemerintah.

“Atau bahkan bisa dikatakan tidak sama sekali diperhatikan dengan baik dan wajar sebagaimana amanat konstitusi, warga negara berhak mendapat pendidikan yang baik (pasal 31 UUD 1945),” ujarnya.

Alokasi Dana Pendidikan Salah Sasaran

Didik sempat menyinggung bagaimana alokasi dana untuk PTN di bawah naungan kementerian lain, selain Kemendikbubristek.

“Perguruan tinggi negeri di bawah Kemendikbud mengerahkan tenaga mencari uang dari mahasiswa sehingga uang kuliah mahal. Sementara itu, perguruan tinggi negeri di bawah kementerian lain tinggal terima dana APBN dan foya-foya dengan mark up dari dana APBN tersebut,” ucapnya.

Sementara, soal perguruan tinggi swasta, Didik menilai statusnya justru dibedakan bak anak tiri.

“Ada perlakuan semacam rasisme pendidikan tinggi. Jadi ribuan perguruan tinggi yang didirikan oleh inisiatif masyarakat, tanpa dukungan dana negara, tidak mendapat kucuran anggaran pendidikan tersebut kecuali secuil anggaran pengabdian masyarakat atau penelitian, yang tidak pasti, kadang ada dan kadang tidak,” tuturnya.

Menurut Didik, pemerintah salah sasaran dalam mengalokasikan anggaran pendidikan tinggi dan pendidikan secara keseluruhan. Sebab, ada anggaran yang dialirkan untuk hal-hal yang tidak jelas.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat