kievskiy.org

Penyadapan Data Pribadi Jadi Kekhawatiran Netizen

BANDUNG, (PR).- Maraknya beredar pesan berantai dan broadcast mengenai penyadapan dan Big Data Cyber Security dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat terutama generasi muda. Isu itu dibahas dalam Sosialisasi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Universitas Widyatama, Jalan Cikutra Kota Bandung, Kamis 8 Desember 2016.

Dalam pesan hoax (palsu) yang beredar disebutkan, "System Big Data Cyber Security (BDCS) Indonesia sudah terpasang, menyusul rencana Wantanas RI (Dewan Pertahanan Nasional) yang akan mengambil semua informasi melalui internet di Indonesia. Artinya, segala percakapan kita di Cyber Social Media (WA, BBM, Telegram, Line, SMS, dll) akan masuk secara otomatis ke BDSC".

Kemudian, dalam  siaran pers No. 73/HM/KOMINFO/10/2016, Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan bahwa pesan yang beredar secara viral pada masyarakat tentang pengambilan informasi melalui Sistem Big Data Cyber Security (BDSC) Indonesia adalah tidak benar.

Anggota DPR RI Komisi I Arief Suditomo yang bertindak sebagai pembicara menjelaskan tentang permasalahan tersebut. "Kemenkominfo itu memang memiliki database. Pemerintah sebenarnya bisa saja memblokir satu situs. Masalahnya, jika hal itu masuk ke ranah-ranah sosial media (pribadi), apakah pemerintah bisa mengeksekusi?" kata Arief.

"Kecuali hal yang terkait dengan tipikor, penyadapan yang dilakukan sebagai alat bukti hukum itu diperbolehkan. Anda tidak usah khawatir," tambahnya. Menurut Arief, UU ITE tidak melarang bentuk penyadapan, tapi UU ITE mengatur penyadapan itu bisa diakses oleh siapa.

Dalam kuliah umum tersebut, Arief juga membahas tentang Revisi UU ITE yang sudah berlaku sejak 28 November 2016.

Poin-poin utama dari revisi tersebut di antaranya adalah: 

  1. Menegaskan bahwa ketentuan tersebut adalah merupakan delik biasa melainkan delik aduan
  2. Penurunan ancaman pidana yang semula 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda yang semula 1 miliar menjadi 750 juta
  3. Penambahan ketentuan "right to be forgotten" atau hak untuk penghapusan berita yang sudah tidak relevan.

UU ITE ini harus dimengerti oleh masyarakat luas karena saat ini banyak masalah kebhinekaan yang terjadi akibat ruang-ruang maya yang menyebarkan berita hoax. "Memelihara kebhinekaan saat ini lebih sulit karena makin banyak ruang maya. Maka, Harus ada regulasi yang setara antara dunia nyata dan dunia maya," jelas Arief. (Surya Fikri Asshidiq)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat