”KENAPA semua mobil isinya Aladin? Yang tadi lewat Aladin, yang (melintas) ini juga,” tanya Randi (9) yang berdiri di pagar Museum Konperensi Asia-Afrika kepada ibunya, Minggu 21 Oktober 2018 malam.
Di hadapan Randi, melintas puluhan kendaraan yang berhiaskan lampu warna-warni. Ornamen khas Timur Tengah, ditandai dengan replika menara masjid atau hamparan sajadah, menjadi yang dominan. Seperti inilah gelaran Bandung Light Festival 2018 yang memasang tema ”Kisah 1001 Malam”
Ratusan, bahkan ribuan orang, berkerumun di sepanjang trotoar dan bahu Jalan Asia Afrika, menyambut iring-iringan kendaraan hias. Entakan musik mengalun kencang dari tiap-tiap peserta. Ada dangdut, ada musik dugem.
Menurut dia, tema ”Kisah 1001 Malam” tak disampaikan secara kreatif. Kesannya justru monoton. Tema itu sekadar diterjemahkan dalam hiasan mobil dan kostum para penampilnya. Tidak ada cerita yang sampai ke warga yang berkerumun penuh minat.
Dewi mengaku datang juga ke gelaran serupa tahun lalu. Menurut dia, kecuali pergantian tema, nyaris tidak ada inovasi yang signifikan.
”Sayang sekali kalau antusiasme warga yang demikian besar tidak terbayarkan oleh tontonan yang berkualitas. Saya harap sih tahun-tahun berikutnya, Bandung Light Festival bisa makin kreatif dan inovatif. Bukan hanya tentang menghias mobil dan memakai kostum,” tuturnya.
Ulang tahun kota
Bandung Light Festival, yang merupakan puncak perayaan Hari Ulang Tahun ke-208 Kota Bandung, dimulai pada pukul tujuh malam. Dua jam sebelumnya, dilakukan pengaturan lalu lintas di sekitar kawasan Asia Afrika. Sebagian jalan ditutup dan arus lalu lintas dialihkan sehingga memicu kemacetan.
Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana membuka festival tahunan yang sudah digelar untuk yang keempat kalinya ini. Membacakan naskah sambutan Wali Kota Oded M Danial, ia mengajak semua pihak menjadikan festival ini sebagai pemersatu warga kota tanpa dibatasi sekat-sekat suku, agama, ras, dan antargolongan. Festival ini menjadi penegas kemajemukan yang telah membentuk dan menghidupkan Kota Bandung.