kievskiy.org

Haji Fadli, Penyaji Menu Sate di Konferensi Asia Afrika Wafat

Haji Fadli pemilik usaha kuliner sate madrawi.*/MUHAMMAD FIKRY MAULUDI/PR
Haji Fadli pemilik usaha kuliner sate madrawi.*/MUHAMMAD FIKRY MAULUDI/PR

SALAH seorang pelaku sejarah Konferensi Asia Afrika pada 1955, H. M. Fadli Badjuri, wafat pada usia 112 tahun, pada Kamis, 14 Maret 2019. Sejumlah tokoh hadir di rumah duka, Jalan Simpang, Kelurahan Balonggede, Kecamatan Regol, sebelum dikebumikan di TPU Nyengseret, Bandung.

Di kawasan Dalem Kaum dan Alun-alun Bandung, nama Haji Fadli cukup dikenal. Bahkan, berkat sajian rumah makan Madrawi yang sempat ia kelola telah mendekatkan dirinya dengan tokoh-tokoh Kota Bandung.

Haji Fadli lahir di Bangkalan, Madura, 15 Maret 1907. Putra bungsunya, Abdul Fatah Badjuri mengisahkan, kehadiran Haji Fadli ke Bandung diawali dengan misi pencarian kakek buyut bernama Rabudin.  

Menjelang abad 19, Madrawi dan ayah Haji Fadli, Badjuri, berangkat dari Madura menuju Bandung. Sampailah kakak beradik itu di Stasiun Cikudapateuh. Tanpa mereka sangka, mereka dipertemukan dengan Rabudin tidak jauh dari stasiun.

Setelah melaporkan kepada keluarganya di Madura, Madrawi dan Badjuri meminta izin pindah ke Bandung. Apalagi ketika mereka melihat ada harapan dari kehidupan Rabudin, paman mereka yang telah lebih dahulu tinggal di Bandung. Saat itu usaha Rabudin sudah tergolong maju.  

Rabudin memiliki warung nasi kaki lima di Kebon Kawung. Warung nasi itu sudah ada pengelolanya. Madrawi dan Badjuri diminta mengelola dan membuka kerja sama dengan pihak lain, tetapi gagal. Lalu, Rabudin memberi Madrawi dan Badjuri modal untuk membuat warung nasi di kawasan Kosambi.

“Ketika itu rumah makan masih jarang. Warung nasi itu laku. Santer kabar warung nasi itu terdengar hingga Dalem Wiranatakusumah V,” tutur Fatah.

Bupati pun sering makan di warung nasi mereka. Hubungan dengan Dalem Bandung mulai dekat. Lalu bupati menawarkan tempat sebagai lokasi warung makan baru di Dalem Kaum, tepat di samping Masjid Agung Bandung. Tetapi berhubung di pusat kota, kata Fatah, kakeknya diminta membangun rumah makan yang bagus, bukan seperti warung kaki lima.

“Lalu dibangun oleh kakak-adik itu. Berhubung Madrawi adalah kakak, nama itu yang diabadikan. Mulai saat itu, kalau ada tamu ke bupati, langsung ke Madrawi, dari Pendopo Kota Bandung. Lengkap dengan pelayannya. Terkadang Pak Haji Fadli yang turun langsung,” ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat