TASIKMALAYA, (PR).- Sejumlah pegadaian swasta dengan modal kecil di Kota Tasikmalaya terancam gulung tingkar lantaran penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 31/POJK.05/2016. Peraturan tersebut mensyaratkan usaha gadai menyetor modal awal Rp 500 juta untuk wilayah operasi kabupaten kota, dan Rp 2,5 miliar di provinsi.
Pemberlakuan aturan sejak 29 Juli 2018 tersebut menuai keberatan para pelaku usaha gadai swasta dengan modal minim. OJK telah memberikan tenggat pendaftaran usaha-usaha gadai hingga 29 Juli 2018. Selepas itu, perusahaan pegadaian yang sudah mendaftar atau berencana mendirikan usaha baru wajib mengajukan permohonan izin operasi ke OJK dengan tenggat 29 Juli 2019.
Hal tersebut menuai keluhan dari sejumlah perusahaan pegadaian swasta di Kota Tasikmalaya. Salah satunya adalah Zuma Jaya Gadai di Jalan Peta. "Itu sangat memberatkan, kita penggadaian kecil," kata Simson, pengelola Zuma Jaya Gadai saat ditemui di lokasi usahanya, Senin 10 Juni 2019.
Simson menegaskan, ketentuan setoran Rp 500 juta bagi usaha-usaha gadai swasta tingkat kabupaten kota dengan modal kecil tak masuk akal. Pasalnya, putaran uang perusahaan-perusahaan pegadaian swasta kecil pun tak sampai nilai setoran modal awal tersebut. Ia mencontohkan, putaran uang di tempat usahanya paling tinggi Rp 150 juta per bulan. "Belum lagi (pinjaman uang) macet," ujarnya. Jika memiliki dana Rp 500 juta, Simson mengaku lebih memilih membuka usaha lain seperti penambangan pasir ketimbang menyetorkan sebagai modal awal sesuai ketentuan OJK.
Tak hanya setoran modal, Simson mengeluhkan pula adanya biaya pengurusan izin di OJK Tasikmalaya. Ia menyebut biaya pengurusan izin tersebut mencapai Rp 80 juta. Pengusaha gadai swasta kecil pun tambah tercekik dengan besar biaya pengurusan ditambah setoran modal awal. Menurutnya, OJK seharusnya melihat dulu kondisi modal pelaku usaha gadai yang berbeda-beda sebelum menerapkan ketentuan jumlah setoran modal yang wajib dipenuhi. Tak semua, perusahaan gadai swasta memiliki modal besar. "Harus dipisahkan dulu mana yang modalnya Rp 200 juta ke bawah," tutur Simson.
Pelaku usaha gadai swasta dengan modal kecil pun punya andil dalam membantu masyarakat. Sejumlah barang seperti televisi, komputer jinjing diterima sebagai jaminan pengucuran uang pinjaman. Bahkan, Simson menyebut para mahasiswa yang tinggal di lokasi usahanya menjaminkan telefon genggam dan komputer jinjing bila membutuhkan dana. Tenor atau jangka waktu pengembalian pinjaman juga berdasarkan kesepakatan. "Rata-rata 10 hari," ucapnya. Hal itu berbeda dengan tenor PT Pegadaian selaku perusahaan plat merah pemerintah yang mencapai empat bulan.
Dengan pola peminjaman yang lebih luwes dan berdasarkan kesepakatan, masyarakat yang memiliki kebutuhan dana mendesak sangat terbantu dengan kehadiran perusahaan-perusahaan gadai swasta.
Keberatan juga dilontarkan perusahaan swasta lain yang berkecimpung dalam dunia penggandaian di Kota Tasikmalaya, PD Alifah Mandiri. "Uang yang Rp 500 juta-nya itu berat," kata Idang Rahmat, pengelola PD Alifah Mandiri kepada Pikiran Rakyat di tempat usahanya, Jalan Dadaha. Ia mengaku, putaran uang di tempatnya hanya berkisar Rp 50-70 juta pe rbulan.
Pikiran Rakyat mencoba meminta konfirmasi dan klarikasi ke Kantor OJK Tasikmalaya di Jalan Kyai Haji Zaenal Mustofa. Alih-alih segera langsung mendapat penjelasan, pegawai OJK justru meminta kartu identitas wartawan dan meminta waktu untuk memeriksa keabsahannya. Saat Pikiran Rakyat menegaskan ia benar-benar bertugas di wilayah Tasikmalaya dengan bukti SK, pegawai itu meminta agar SK diperlihatkan. Mereka akhirnya mau memberikan keterangan setelah mengaku mendapat izin dari pejabat OJK yang berwenang.