kievskiy.org

Angka Kasus Perceraian di Kabupaten Bandung Melonjak Tajam

WARGA tengah menunggu antrean pendaftaran dan pengambilan akta cerai di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis 19 September 2019.*/ HANDRI HANDRIANSYAH/PR
WARGA tengah menunggu antrean pendaftaran dan pengambilan akta cerai di Pengadilan Agama Soreang, Kabupaten Bandung, Kamis 19 September 2019.*/ HANDRI HANDRIANSYAH/PR

SOREANG, (PR).- Sepanjang 2019, kasus perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama Soreang mencapai 6.300 perkara atau rata-rata lebih dari 700 perkara setiap bulannya. Bahkan pada Juli 2019 lalu, PA Soreang mencatat rekor karena menerima sampai 1.011 perkara sekaligus.

Panitara PA Soreang Adam Iskandar mengaku kaget dengan kondisi tersebut, karena saat ini pengadilan tersebut hanya menangani kasus perceraian di wilayah Kabupaten Bandung. "Dulu waktu masih membawahi Kabupaten Bandung, Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat saja, jumlah kasus yang kami terima paling tinggi hanya 900 perkara dalam satu bulan,"  ujarnya saat ditemui Kamis 19 September 2019.

Menurut Adam, PA Soreang sendiri baru resmi berdiri terpisah untuk wilayah Kabupaten Bandung sejak November 2018. Namun sejak itu, jumlah kasus perceraian yang diterima justru melonjak tajam.

"Selama dua bulan pertama November-Desember 2018, kasus perceraian yang kami tangani hanya 1.600 perkara atau rata-rata 800 perkara per bulan. Tahun ini pun trennya terus meningkat," tutur Adam.

Dalam kondisi seperti itu, kata Adam, sedikitnya 500 perkara harus diputus oleh sekitar 14 hakim yang ada di PA Soreang setiap bulan. Jumlah itu pun sudah sangat melebihi kapasitas, karena seharusnya jumlah itu ditangani oleh 18-20 hakim.

Tak heran, jika saat ini selalu ada akta perceraian yang terlambat diterima oleh para pencari keadilan karena panitera kewalahan mendatanganinya. "Saya sendiri setiap hari harus menandatangani sedikitnya 50 akta cerai setiap hari," ucapnya.

Meskipun demikian, saat ini PA Soreang terus berupaya meningkatkan pelayanan dengan penerapan persidangan elektronik (e-court). Sejauh ini, sudah ada 27 perkara yang menerapkan sistem tersebut dan 10 di antaranya sudah diputus oleh hakim.

"Selain itu kami juga menjadi proyek percontohan untuk menerapkan sembilan aplikasi layanan mulai dari layanan pendaftaran. Selain meningkatkan kualitas pelayanan, hal ini juga bisa terus mengikis praktik percaloan yang selama ini dikeluhkan oleh masyarakat.

Untuk pendaftaran misalnya, Adam melansir pihaknya akan menerapkan sistem antrean elektronik berbasis pengenalan wajah (face detection). Dengan begitu, pencari keadilan tidak bisa mewakilkan pendaftaran gugatan kepada siapapun kecuali jika menggunakan kuasa hukum.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat