kievskiy.org

Penyandang Tuna Rungu di Kota Bandung Bisa Peroleh SIM D

ADEN Achmad (dengan kursi roda) saat berada di Pelayanan dan Verifikasi Laporan (PVL) on spot di Satlantas Polrestabes Bandung pada Selasa 22 Oktober 2019.*/MOCHAMMAD IQBAL MAULUD/PR
ADEN Achmad (dengan kursi roda) saat berada di Pelayanan dan Verifikasi Laporan (PVL) on spot di Satlantas Polrestabes Bandung pada Selasa 22 Oktober 2019.*/MOCHAMMAD IQBAL MAULUD/PR

BANDUNG, (PR).- Aktivis HAM Disabilitas Aden Achmad mengapresiasi Polrestabes Bandung yang bisa memberikan pelayanan SIM bagi tuna rungu. Padahal untuk di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat hal itu tidak bisa dilakukan.

Mengapa tuna rungu tersebut tidak diperbolehkan, Aden menyatakan hal ini dikarenakan ada peraturan dari pemkab setempat yang mengatur hal itu. ‎Padahal lanjut dia mengemudi itu adalah hak asasi, hanya memang membutuhkan jaminan dari dokter THT, bahwa penderita rungu ini aman untuk mengemudi.

"Seharusnya pembuatan SIM D bagi tuna rungu ini bisa dilakukan di wilayah lain. Padahal teman-teman penderita tuna rungu ini lebih banyak dibanding kaum disabilitas lainnya. Kini pun sudah ada alat bagi tuna rungu yang bisa mengkonversikan bunyi ke getaran," katanya di Satlantas Polrestabes Bandung, Jalan Jawa, Kota Bandung pada Selasa 22 Oktober 2019.

Selain itu kata Aden penderita tuna rungu ini pun ingin tidak merepotkan keluarganya. Mereka pun perlu untuk beraktivitas dengan menggunakan kendaraan‎. "Saya memang sering jadi koordinator bagi kaum disabilitas untuk mendapatkan SIM, untuk tuna rungu terakhir kali, yang dibantu saya dalam sekali pembuatan ada 64 orang," katanya seraya menambahkan untuk yang lain paling hanya satu atau dua orang.

Oleh karenanya Aden berharap pembuat SIM bagi tuna rungu ini dipermudah. Namun memang pihak kepolisian pun harus menerima surat dari dokter THT berapa desibel suara yang bisa diterima penderita tuna rungu ini. "Ini juga harus dilengkapi surat dari Gerkatin (Gerakan Kesejahteraan untuk Tuna Rungu Indonesia)," katanya.

Di tempat yang sama, Ombudsman Jabar berikan layanan Penerimaan dan Verifikasi Laporan (PVL) spot di Satlantas Polrestabes Bandung. Meski demikian pelayanan tersebut, tak hanya melayani keluhan masyarakat di bidang lantas saja. Keluhan lain yang menjadi wewenang Ombudsman pun juga diterima.

Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan, Sartika Dewi menjelaskan kegiatan PVL ini sebenarnya sudah dilaksanakan sejak 29 November 2019 lalu, dan akan berakhir pada 12 November 2019 mendatang di Kabupaten Sumedang. "PVL di Polrestabes Bandung ini hanya akan berlangsung satu hari saja. Kami menerima laporan masyarakat terkait ‎apapun sebenarnya tapi tentang satlantas pun diperbolehkan. Apalagi banyak laporan kepada kami terkait sulitnya tes simulator," kata Sartika.

Selain sulitnya tes simulator yang dikeluhkan masyarakat ‎Sartika juga mengatakan banyak masyarakat yang mengeluhkan sertifikat mengemudi. "Itu mungkin aturannya internal yah tapi kita juga kini berusaha menangani laporan tersebut," ucapnya.

Meski dibuka sejak pagi hari, PVL spot ini‎ belum menerima laporan satu pun dari masyarakat hingga siang harinya. "Sebelumnya kita juga adakan kegiatan yang sama seperti di Cimahi, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat. Tetapi tidak hanya di polres saja, kami juga adakan di tempat-tempat pelayanan publik lainnya. Semisal Samsat, DPMPTSP dan lainnya," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat