BANDUNG, (PR).- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melakukan survei nasional mengenai potensi radikalisme di daerah-daerah. Di Jawa Barat skor pada 2019 33,87, yang artinya menurun dari skor survei nasional pada 2017, sekitar 55 poin.
Perwakilan BNPT, Lilik Purwandi memaparkan, indeks potensi radikalisme terdiri dari aspek pemahaman dengan skor 42,44, skor tindakan 3,75, dan sikap 56, 42.
"Terdapat penurunan signifikan selama dua tahun. Selama dua tahun juga artinya progres program kontra radikal cukup efektif dalam menurunkan radikalisme," kata Lilik, usai diseminasi, yang digelar FKPT Jabar, di Hotel Savoy Homan, Kota Bandung, Rabu, 30 Oktober 2019.
Menurut Lilik, survei ini memiliki urgensi karena maraknya terpaan paham radikalisme, melalui berbagai media. Termasuk media sosial. Tidak sedikit akibatnya menjadi simpatisan gerakan radikal bahkan pelaku teror.
Selain juga terdapat kerentanan sosial di masyarakat membuat masyarakat mudah terpapar paham radikal. "Jika negara mampu mengelola kerentanan tersebut, akan menjadi daya tangkal yang kuat," katanya.
Indeks kontra radikal terwujud dalam perubahan prilaku warga Jabar. Yakni mulai meningkatnya warga yang aktif menyebarkan pesan kedamaian di berbagai media, terlibat dalam pembinaan perdamaian dan Pancasila, dan hal-hal lain yang menjadi bagia kontra narasi radikalisme.
Survei tersebut menunjukkan bahwa provinsi yang kerap dapat stigma daerah intoleran, tinggi radikalisme, kini semakin terbuka. Demikian kata Ketua Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme Jawa Barat, Yaya Sunarya.
"Sebagai mitra terdepan ibukota negara, tentu wajar mengapa sering jadi lokasi terjadinya terorisme," katanya. Karena alasan strategis dekat dengan Jakarta itu juga, ujar Yaya, Jabar sering dijadikan tempat pencucian otak, rekrutmen, persembunyian, dan pembauran kaum radikal. Padahal orang Jabar asli yang mayoritas bersuku bangsa Sunda tidak radikal.