kievskiy.org

Sel Kanker Sudah Menyebar, Resya Setiawan Anak dari Tasikmalaya Tak Akan Kemoterapi

Resya Setiawan (10), bocah asal Kabupaten Tasikmalaya dirawat di salah satu Ruang Kenanga, Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin, Bandung. Resya didiagnosa keganasan dengan indikasi adanya pembesaran organ dalam perutnya sehingga menghimpit saluran pernafasannya.*/NOVIANTI NURULLIAH/PR
Resya Setiawan (10), bocah asal Kabupaten Tasikmalaya dirawat di salah satu Ruang Kenanga, Rumah Sakit Umum Pusat Dr Hasan Sadikin, Bandung. Resya didiagnosa keganasan dengan indikasi adanya pembesaran organ dalam perutnya sehingga menghimpit saluran pernafasannya.*/NOVIANTI NURULLIAH/PR

 

BANDUNG, (PR). - Kondisi Resya Setiawan (10), bocah pengidap tumor ganas (kanker) di bagian perut, kondisinya dinyatakan buruk boleh tim dokter RSUP dr Hasan Sadikin. Dokter pun mengindikasikan anak lelaki asal Tasikmalaya itu tidak akan ditangani kemoterapi, maupun operasi pengangkatan tumor, karena kondisi sel kankernya sudah menyebar hingga ke paru-paru.

Resya akan menjalani perawatan paliatif. Yakni pelayanan kepada pasien yang penyakitnya sudah tidak bereaksi terhadap pengobatan kuratif, atau tidak dapat disembuhkan secara medis. Tujuan perawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dalam menghadapi setiap penyakit yang diderita.

Dr. Susi Susanah, dr.,SpA(K), MKes, salah seorang tim dokter yang menangani Desa mengatakan, Resya datang ke RSUD dengan kondisi kanker jaringan otot atau Rabdomiosarkoma yang masuk stadium lanjut. Sel kanker sudah menyebar ke hati dan paru-paru. Dia mengaku tidak bisa berbuat banyak karena kondisi bocah tersebut terbilang berat.

"Saya mengerti pasien datang ke sini sebagai  harapan terakhir. Di RSHS ini ahli penyakit ada semua tapi kami mohon maaf kalau secara profesional kami juga ada keterbatasan dengan mempertimbangkan risk benefit atau manfaat dan resikonya," ujar Susi pada wartawan di RSHS, Senin 18 November 2019.

Menurut rekam medik Reysa, kata Susi, pihaknya terkahir menangani Resya pada 21 Oktober 2019 lalu, sedangkan pihaknya mulai menangani Resya sejak April 2019 lalu. Pada 21 Oktober tersebut merupakan kali ketiga Resya ditangani RSHS.

"Jadi waktu datang ke kita tumornya sudah sangat besar. Kondisi pasien sudah sangat berat. Kemudian saya tanya lagi bahwa tumor itu sudah ada sejak Januari 2019 ketahuannya tapi enggak tahu munculnya kapan. Dirawat kakek, karena ibunya punya ade bayi, bapaknya kerja, " ujar Susi.

Kasus kanker tersebut belum bisa dipastikan asal muasalnya. Namun kasus Resya terbilang jarang terjadi di liver atau di hati. "Kami anggap itu tumor hati tapi ternyata bukan, " ujar dia.

Resya juga mengidap gizi buruk

Resya, kata Susi, datang dengan kondisi penyerta yang tidak menggembirakan.  Resya datang dengan gizi buruk. Kadar albuminnya sudah sangat rendah jadi ia pun sering ditransfusi albumin.

Kakinya bengkak akibat dari kekurangan albumin. selain itu juga terdeteksi infeksi paru perubatan pneumonia dan pendarahan di saluran pencernaan sehingga asupan makanan harus melalui cairan infus.

"Jadi bingung operasinya juga karena pada saat itu dia kena radang paru-paru berat juga, pneumonia. Kalau kita maksa kemo, pasien kanker anak yang dalam keadaan baik pun dikemo itu, efek sampingnya sudah banya. Apalagi kalau kondisinya sudah seperti ini yang mungkin sudah bisa dilihat gambarnya," kata dia.

Tambahan lagi, sel kanker sudah menyebar kemana-mana. "Ini mah kalau dikasi ke dokter bedah anak lagi sudah pasti tidak bisa ditangani karena sudah mengenai alat organ vital seprti pembuluh darah besar," ujar dia.

Para dokter dikatakannya, sudah mencoba menerapkan kemoterapi tapi  pasien sesak lagi. Akhirnya diputuskan pasien untuk menjalani perawatan paliatif yang bertujuan kualitas hidupnya membaik.

Ia menuturkan keluarga Resya sudah meminta pulang, namun RSHS belum memutuskan kapan Resya dapat pulang. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat