PIKIRAN RAKYAT - Melintang di antara kawasan Tegallega dan Jalan Soekarno Hatta, ruas jalan bernama Inhoftank punya kaitan sejarah dalam urusan sanitasi dan pengolahan limbah manusia di Kota Bandung.
Ajip Rosidi dalam sebuah artikelnya di Pikiran Rakyat pada 20 Agustus 2011 mengupas persoalan nama jalan dan identitas wilayah. Salah satu yang diulas sastrawan dan penulis yang telah berpulang itu adalah Jalan Inhoftank.
"Di Bandung ada Jalan Inhoftank, karena dulu ada orang Belanda, Tuan Inhof, hendak mengusahakan pembuatan pupuk dari kotoran manusia, tetapi gagal karena tidak didukung petani yang menganggap kotoran manusia itu najis," tulis Ajip.
Apakah betul pernyataan Ajip mengenai nama jalan itu terkait seorang tuan yang ingin mengolah tinja jadi kotoran manusia? Atau justru hanya sebuah tempat pengolahan limbah manusia yang menggunakan tangki dengan teknik tertentu?
Baca Juga: Larangan Jilbab di India Berbuntut Panjang, Kaum Muslim Ditekan: Kami Pikir akan Dihormati
Dalam penelusuran "PR" dalam pemberitaan sejumlah koran berbahasa Belanda tempo dulu memang mencatat pembangunan instalasi limbah manusia di Kota Bandung.
Pengolahan limbah itu diperkirakan dibangun pada 1933. Hal tersebut mengacu pada pemberitaan koran De Locomotief pada 6 November 1933. Koran itu menuliskan tentang subsidi sebesar NLG 37.764 untuk Kota Bandung.
Dana tersebut dipakai guna biaya pembangunan saluran pembuangan air limbah dari Paledang ke Tegallega, pasokan air pembilasan dari Stasiun Leuwilimoes yang membentang di selatan rel kereta api dan melalui Kebondjati dengan panjang 1.793 meter serta saluran pembuangan ke tangki Imhoff.
Nama Inhoftank yang dikenal saat ini, ternyata merujuk pada nama Imhofftank sebagaimana yang tertulis dalam berbagai pemberitaan tempo dulu. De Locomotief dengan mengutip Bataviasch Nieuwsblad pada 2 Maret 1933 juga mencatat rencana besar pendirian pabrik pengolahan limbah Imhofftank yang terkait dengan pemasangan pipa tertutup air limbah sepanjang kurang lebih empat kilometer arah barat-timur.