kievskiy.org

Menilik Stockholm Syndrome, Sindrom yang Berpeluang Dialami Korban KDRT

Korban KDRT memiliki peluang terkena Stockholm Syndrome.
Korban KDRT memiliki peluang terkena Stockholm Syndrome. /Pixabay/geralt.

PIKIRAN RAKYAT - Stockholm Syndrome adalah kondisi ketika emosi seseorang terhadap penculiknya berkembang menjadi emosi positif atau simpati.

Dalam beberapa kasus, korban yang mengalami Stockholm Syndrome akan membentuk ikatan dengan penculiknya dan bahkan bersimpati.

Stockholm Syndrome merupakan istilah yang asal-usulnya berasal dari negara Swedia. Istilah itu muncul ke permukaan publik setelah insiden perampokan di Stockholm, Swedia pada tahun 1973.

Ada empat orang sandera dalam perampokan yang terjadi di sebuah kantor bank tersebut. Namun, setelah bebas, sandera itu malah membela pelaku yang menculik mereka.

Baca Juga: Mengenal Sindrom Stockholm, Kondisi Unik yang Bisa Terjadi antara Penculik dan Sandera

Para sandera itu melaporkan, bahwa pelaku memperlakukan mereka dengan baik. Bahkan, para korban itu menolak bersaksi di pengadilan.

Usai insiden itu, seorang kriminologi sekaligus psikiater, Nils Bejerot yang menyelidiki peristiwa tersebut memberikan nama atas fenomena yang diselidikinya dengan istilah Stockholm Syndrome.

Stockholm Syndrome sebagai Pertahanan Diri
Dilansir Pikiran-Rakyat.com dari laman Hello Sehat, Stockholm Syndrome merupakan reaksi psikologis yang ditandai munculnya rasa simpati atau kasih sayang terhadap pelaku penculikan atau kekerasan.

Stockholm Syndrome muncul sebagai bentuk pertahanan diri dari korban baik secara sadar maupun tidak sadar. Reaksi pertahan diri tersebut membuat seorang korban menunjukkan sikap yang berlawanan dari apa yang sebenarnya harus dirasakan atau dilakukan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat