kievskiy.org

Perubahan Sistem Takaran Untungkan Peternak Sapi Perah

PETERNAK sapi perah Los Cimaung, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung menyetor susu mereka ke Milk Collecting Point (MCP) di wilayah mereka. MCP dengan penerapan sistem barcode digital pertama di Indonesia itu memungkinkan transparansi penghitungan kuantitas, kualitas dan harga susu di tingkat peternak.*
PETERNAK sapi perah Los Cimaung, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung menyetor susu mereka ke Milk Collecting Point (MCP) di wilayah mereka. MCP dengan penerapan sistem barcode digital pertama di Indonesia itu memungkinkan transparansi penghitungan kuantitas, kualitas dan harga susu di tingkat peternak.*

BANDUNG, (PRLM).- Miningkatnya kualitas perahan, membuat harga jual susu di tingkat peternak sapi perah Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung terus merangkak naik. Selain itu, perubahan sistem takaran dari liter ke kilogram juga menambah potensi pendapatan para peternak. Manajer Kontrol Kualitas Susu Segar Frisian Flag Indonesia (FFI) Tino Nurhadianto mengakan, kenaikan harga sudah terjadi sejak 1 Juni 2015 lalu. "Harga berubah dari Rp 4.300 per liter menjadi Rp 4.700 per kilogram," katanya di sela-sela pembukaan Milk Collection Point (MCP) di Los Cimaung, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Kamis (10/9/2015). Acara tersebut dihadiri juga oleh Counsellor for Agriculture of Netherlanfs Embassy Lucie Wassink, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen Kementan Sri Mukartini, Presiden Direktur FFI Marco Spits, dan sejumlah pejabat lain. Perubahan sistem takaran, ujar Tino, juga membuat peternak bisa mendapatkan penggasilan lebih. Soalnya 1 liter setara dengan 1,02 kilogram. Artinya dari 50 liter, peternak masih memiliki 1 kilogram susu yang bisa dijual. Menurut Tino, kenaikan harga tersebut tak lepas dari meningkatnya kualitas susu sejak FFI melakukan pembinaan Februari lalu. Kandungan bakteri dalam susu peternak Pangalengan, turun gratis dari 2-3 juta menjadi 200.000-300.000 per mililiter susu. Kualitas, ujar Tino, juga akan semakin baik dengan adanya MCP yang dilengkapi fasilitas pendingin di dekat lokasi peternak. Hal itu bisa memotong jalur distribusi di mana sebelumnya susu dari peternak ditampung dalam tangki tanpa pendingin, baru dibawa ke lokasi pengolahan Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS). Menurut Tino, penghitungan susu yang disetor peternak juga menerapkan sistem barcode digital. Selain memudahkan pengukuran kualitas, sistem itu juga menekan tingkat kesalahan manusia dalam penghitungan. "Setoran susu dihitung perorangan, tidak lagi per kelompok. Kualitas dan harga ditentukan setiap 10 hari. Sistem digital juga bisa melacak sejarah transaksi setiap peternak di waktu-waktu sebelumnya, sehingga semakin transparan dan tak ada lagi kecemburuan antar peternak," tutur Tino. Ketua KPBS Aun Gunawan mengatakan, pihaknya bersyukur mendapat bantuan dari pemerintah Indonesia, pemerintah Belanda dan FFI dalam pendirian MCP pertama di negeri ini. "Ini sejalan dengan langkah kami dalam memberikan fasilitas bagi peternak. Kami targetkan pada 2016 ada 3 lagi di Los Wanasari, Cipanas dan Citere. Nantinya, mudah-mudahan semua los bisa memiliki KCP, ujarnya. Sementara itu Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Dedi Setiadi. Ia menilai MCP merupakan fasilitas canggih yang dibutuhkan peternak. Ia berharap pemerintah dan FFI terus menambah fasilitas serupa di sentra susu lain di Indonesia. Presiden Direktur FFI Marco Spits menegaskan MCP Los Cimaung hanyalah percontohan awal. Ia menjanjikan fasilitas serupa akan dibangun di sentra peternakan sapi perah lain di Indonesia. (Handri Handriansyah/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat