kievskiy.org

Investasi Asing Diharapkan Serap Tangkapan Nelayan

NELAYAN Dusun Bondet, Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, mengangkut hasil tangkapan mereka dari perahu menuju tempat pelelangan ikan (TPI) beberapa waktu lalu. Wacana pembukaan investasi asing di sektor industri pengolahan ikan diharapkan bisa menampung hasil tangkapan nelayan kecil di saat jumlah TPI terbatas.*
NELAYAN Dusun Bondet, Desa Mertasinga, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, mengangkut hasil tangkapan mereka dari perahu menuju tempat pelelangan ikan (TPI) beberapa waktu lalu. Wacana pembukaan investasi asing di sektor industri pengolahan ikan diharapkan bisa menampung hasil tangkapan nelayan kecil di saat jumlah TPI terbatas.*

BANDUNG, (PRLM).- Rencana pembukaan investasi asing di sektor industri pengolahan ikan bisa menyerap sebesar-besanrnya hasil tangkapan dengan harga yang stabil dan menguntungkan bagi nelayan kecil. Namun pemerintah diminta untuk membuat aturan pendukung untuk memastikan industri tersebut tidak menerapkan standar mutu yang terlalu tinggi dan para nelayan diberi pelatihan untuk memenuhi standar mutu tersebut. Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI), Budi Laksana mengatakan, pihaknya mengapresiasi usulan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk membuka 100 persen investasi asing di industri pengolahan ikan dan menutup sepenuhnya penangkapan ikan oleh kapal asing. "Ini akan memberikan peluang bagi nelayan kecil untuk menikmati kekayaan laut negerinya sendiri dengan kepastian pasar saat menjual hasil tangkapan itu," katanya saat dihubungi Rabu (29/10/2015). Seperti diketahui, saat ini Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tengah membahas revisi Daftar Negatif Investadi (DNI). Salah satu sektor yang dibahas adalah investasi di bidang perikanan. BKPM pun mengaku telah menerima usulan dari Menteri Susi untuk membuka 100 persen investasi di industri pengolahan ikan, sedangkan sektor penangkapan ikan justru harus ditutup 100 persen. Dalam usulannya, Susi mengatakan penangkapan ikan oleh kapal asing masih merugikan nelayan meskipun jumlahnya dibatasi. Ia justru menilai asing seharusnya lebih didorong untuk berinvestasi di industri pengolahan agar bisa menyerap hasil tangkapan nelayan. Menanggapi hal itu, Budi membenarkan bahwa selama ini nelayan memang dirugikan dengan masih adanya kapal asing yang diperbolehkan menangkap ikan di perairan nusantara. Hal itu diperparah dengan ketidakpastian pasar saat para nelayan menjual hasil tangkapan mereka. Hingga saat ini, kata Budi, nelayan memang tidak pernah bisa mendapatkan kejelasan nasib karena harga ikan sangat fluktuatif. Parahnya, harga itu bukan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan pasokan seperti pasar komoditas lain pada umumnya. "Dominasi tengkulak dalam menyerap hasil tangkapan nelayan masih besar, jadi harga masih lebih sering ditentukan tengkulak. Kami tidak pernah bisa memperkirakan berapa harga yang akan kami dapat setelah kembali dari melaut," ucapnya. Budi tidak menampik jika tempat pelelangan ikan (TPI) yang disediakan pemerintah memang sedikit banyak memberikan solusi agar nelayan mendapatkan harga jual ikan yang lebih layak. Namun keterbatasan fasilitas TPI saat ini membuat serapannya terhadap hasil tangkapan nelayan masih minim. "Di seluruh Jawa Barat kami memperkirakan hanya mampu menyerap 30 persen tangkapan nelayan. Di beberapa daerah seperti Kabupaten Cirebon, TPI nya bahkan tidak bejalan sama sekali," tutur Budi. Budi berharap dengan dibukanya investasi asing di industri pengolahan ikan, nelayan akan mendapat kepastian harga yang layak atas hasil tangkapan mereka. Namun ia masih mengkhawatirkan jika standar mutu yang ditetapkan terlalu tinggi dan menyebabkan nelayan kecil sulit menjual hasil tangkapan mereka ke industri tersebut. Hal itu, kata Budi, terjadi di kalangan petambak udang Kabupaten Cirebon. Petambak tidak bisa menjual hasil panen mereka ke industri pengolahan jika belum menempuh proses sertifikasi. "Sementara untuk mendapatkan sertifikasi, biayanya tidak sedikit. Kami tidak mau hal itu terjadi pada nelayan juga, karena kondisi nelayan lebih memprihatinkan," ujarnya. Di sisi lain Budi tidak menampik jika standardisasi mutu memang perlu diterapkan oleh industri pengolahan. Oleh karena itu standar tinggi pun sebenarnya wajar diterapkan saat menyerap hasil tangkapan nelayan. Jika itu tidak bisa dielakan, Budi berharap pengusaha mau memberikan sarana pendukung dan pelatihan kepada nelayan kecil agar bisa memenuhi standar mutu yang diminta. "Itu kami banyak lihat di kalangan peternak sapi perah, di mana pihak industri banyak memberikan pelatihan dan sarana pendukung agar hasil susu dari peternak bisa memenuhi standar mutu seperti yang mereka minta," katanya. (Handri Handriansyah/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat