kievskiy.org

Cina dan Jepang Berlomba Tanam Investasi di Indonesia

JAKARTA, (PR).- Cina dan Jepang merupakan dua negara yang selalu bersitegang. Pertikaian tentang perbatasan laut, invasi Jepang atas Cina di era perang dunia II dan dampaknya terhadap diplomasi kedua negara sampai sekarang, membuat hubungan antara negeri tirai bambu dan negeri matahari terbit itu tidak kunjung harmonis. Di tengah konflik sosial politik tersebut, kedua negara juga berlomba-lomba menanamkan modal di sejumlah kawasan, salah satunya Indonesia. Di Jawa Barat, sejumlah proyek infrastruktur turut didanai oleh Jepang atau Cina. Contohnya, Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dananya patungan antara konsorsium BUMN Indonesia dan konsorsium BUMN Cina. Proyek kereta cepat juga sebelumnya telah berupaya merangkul Jepang, namun keputusan akhir dari pemerintah ternyata lebih memilih Cina. Di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi G-7 Outreach di Shima, Jepang, 27 Mei 2016, pemerintah Indonesia dan Jepang melakukan kesepakatan untuk membangun pelabuhan pengganti Cilamaya, Kabupaten Karawang, di Patimban, Kabupaten Subang. Presiden Joko Widodo pun menunjuk Menteri Perhubungan Ignasius Johan sebagai focal point untuk menindaklanjuti kerja sama dengan Jepang. Pelabuhan itu rencananya akan memiliki kapasitas 7,5 juta TEUs dan bisa menampung 250.000 mobil. Pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah menilai, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih berada di kisaran 5% menunjukkan daya tarik negeri ini masih belum redup di mata investor asing. Sementara pada saat bersamaan, kebijakan Presiden Joko Widodo yang menitikberatkan pembangunan infrastruktur diyakini memberikan daya tarik bagi investor seperti Cina dan Jepang. "Pemerintah kita sekarang memang ngotot ke infrastruktur. Dan akhirnya dalam konteks hubungan antara Cina dan Jepang, jadi seperti masalah supply and demand saja. Kedua negara itu bertarung secara bisnis," katanya, Selasa 14 Mei 2016. Data investasi berdasarkan lokasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal, Provinsi Jawa Barat mulai menempati posisi dominan dalam menarik modal asing semenjak tahun 2012. Pada tahun tersebut, Jawa Barat bisa menarik modal asing senilai 4,2 juta dollar AS (17,1%). Investasi asing meningkat signifikan pada tahun berikutnya, yakni 7,1 juta dollar AS (24,9%). Penanaman modal asing itu terus menunjukkan peningkatan yang positif sampai tahun kemarin. Berdasarkan negara asal, Jepang masih menjadi negara yang paling besar berinvestasi di Indonesia dibandingkan Cina. Data BKPM menunjukkan, penanaman modal oleh Jepang selalu menempati posisi tiga besar semenjak tahun 2011 sampai 2015, dengan nilai investasi yang berada di kisaran 1,5 sampai 4,7 juta dollar AS. Sementara investasi Cina masih belum sebesar Jepang dan tidak termasuk dalam 5 negara investor besar, namun pemerintah RI telah menganggapnya sebagai mitra utama. Reza menilai, terkait hubungan tidak harmonis antara Jepang dan Cina, pemerintah kini cenderung melakukan keseimbangan dalam menarik modal dari kedua negara tersebut. Menurut dia, meskipun Cina kini berinvestasi dalam kereta cepat, namun pemerintah juga telah menawarkan proposal kepada Jepang agar bisa mendanai proyek kereta sedang rute Jakarta-Surabaya. Anggota Komisi I DPR RI Supiadin Aries Saputra menilai, dari pola investasi antara Jepang dan Cina saat ini masyarakat menpersepsikan ada pergeseran ke Cina. Menurutnya, persepsi tersebut tidak bisa dinafikkan. Namun, dia mengatakan, penting bagi pemerintah untuk mempertahankan kebijakan non blok dalam hubungan antar kedua negara yang berseteru. "Saya kira kita tetap non blok. Pendekatan kita adalah profesional, hanya kepada proyek itu sendiri. Jadi pendekatannya tidak cenderung ke negara tertentu," kata dia. Dia menambahkan, penting bagi pemerintah untuk menjaga investasi asing tidak menimbulkan konflik horisontal di antara warga. Dia mengatakan, dari segi serapan tenaga kerja, sepenuhnya harus bisa mengakomodir warga negara Indonesia. Idealnya, pembangunan proyek di suatu wilayah harus bisa menyejahterakan warga di sekitarnya. Menurutnya, peran kepala daerah untuk menjaring sebanyak mungkin tenaga kerja dari wilayahnya ketika ada proyek yang didanai oleh asing, juga penting. Kepala daerah harus aktif berkomunikasi dengan investor. "Kalau terlalu banyak tenaga kerja dari luar negeri bisa menimbulkan kecemburuan. Tolong dibagi lah, jangan sampai menimbulkan kerawanan dari aspek keutuhan masyarakat dan intelejen," katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat