kievskiy.org

Penjualan Asset PGE Akan Rugikan Negara

JAKARTA, (PR).- Pengamat ekonomi politik Salamuddin Daeng mengatakan rencana Kementerian BUMN yang akan memindahkan Pertamina Gertamina Geothermal Energy (PGE) kepada perusahaan Listrik Negara (PLN) harus dipertimbankan secara matang. Ia menilai, penjualan asset PGE itu akan merugikan negara. Menurut Salamuddin, sedikitnya ada tiga alasan mengapa pengambilalihan PGE oleh PLN harus ditolak. Pertama, pengambilalihan Pertamina PGE oleh PLN merupakan upaya untuk menyingkirkan pertamina dari Industri energi dan sekaligus melemahkan Pertamina dalam persaingan dengan perusahaan energi lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa Energi Geotermal merupakan energi masa depan yang menjadi sasaran incaran investor swasta baik nasional maupun asing. Perusahaan perusahaan asing yang saat ini menjadi pesaing Pertamina di sektor energi seperti Chevron, Exxon dan perusahaan swasta lainnya berlomba lamba melakukan investasi dan menguasai cadangan geothermal Indonesia dalam rangka mengincar bisnis ketenagalistrikan. Kedua, asset Pertamina PGE akan menjadi ajang bancakan swasta dalam dengan menggunakan tangan PLN. Sebagaimana diketahui bahwa proyek pengadaaan listrik 35 ribu megawatt merupakan proyek penjarahan keuangan negara dan pajak rakyat oleh para cukong, taipan dengan menggunakan tangan pemerintahan yang berkuasa dan memperalat BUMN PLN. Proyek 35 ribu megawatt bertumpu pada penguasaan sektor swasta terhadap pembangkit listrik melalui strategi Independent Power Producer (PPP) atau dikenal dengan pembangkit listrik swasta. Cepat atau lambat asset yang berasal dari Pertamina PGE akan berpindah ke tangan swasta. Ketiga, pengambil alihan asset Pertamina PGE oleh PLN akan menjadi alat bagi PLN dalam menumpuk utang baru dalam rangka menambal utang lama. Sebagaimana diketahui bahwa PLN selama ini telah dijadikan sandaran oleh pemerintah yang berkuasa untuk menumpuk utang. Asset PLN telah digelembungkan untuk menumpuk utang. Bayangkan tahun 2014 Asset PLN senilai Rp 539 triliun tiba tiba meningkat menjadi menjadi Rp 1.227 trilun. Akibatnya PLN merupakan perusahaan negara dengan utang menggunung. Adapun daftar pinjaman luar negeri PLN dari berbagai lembaga keuangan adalah 1. World Bank sebesar USD 3,75 miliar dalam empat tahun, 2. Asian Development Bank (ADB) sebesar USD 4,05 miliar dalam lima tahun, 3. Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar USD5 miliar dalam lima tahun, 4. KfW Bankengruppe sebesar EUR 655 juta, EUR 700 juta, EUR 300 juta, 5. AFD Perancis sebesar EUR 300 juta, 6. China Exim Bank sebesar USD5 miliar, 7. China Development Bank sebesar USD10 miliar, 8. Islamic Development Bank (IDB) sebesar USD 300 juta. Pada akhir 2015 utang jatuh tempo PLN mencapai Rp 24 triliun, dengan bunga utang sebesar Rp 21.5 triliun. Sementara kas PLN hanya 23 triliun. Peringkat utang PLN sangat buruk versi fitch ratings. "Atas dasar hal tersebut diatas maka pengambil alihan PGE oleh PLN sama sekali bukan bertujuan dalam rangka menyelamatkan rakyat Indonesia dari krisis energi listrik, atau bukan untuk menyelamatkan daya beli rakyat dari harga listrik selangit, namun semata mata adalah kepentingan para cukong dan taipan dalam menguasai asset negara baik asset pertamina dan PLN," katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat