kievskiy.org

Pertemuan Trump-Jinping Dorong Rupiah Menguat, BI Tetap Waspada

PENGUNJUNG membubuhkan tandatangan  pada aksi Bukti Nyata Cinta Rupiah di area Car Free Day Dago, Jalan Ir Juanda, Kota Bandung, Minggu, 23 September 2018. Kegiatan yang digelar oleh BEM Rema UPI  sebagai bentuk kampanye cinta rupiah tersebut diisi juga dengan berbagi pengetahuan kepada masyarakat penyebab merosotnya nilai tukar rupiah diantarannya situasi politik yang tidak stabil dan impor berlebih.*
PENGUNJUNG membubuhkan tandatangan pada aksi Bukti Nyata Cinta Rupiah di area Car Free Day Dago, Jalan Ir Juanda, Kota Bandung, Minggu, 23 September 2018. Kegiatan yang digelar oleh BEM Rema UPI sebagai bentuk kampanye cinta rupiah tersebut diisi juga dengan berbagi pengetahuan kepada masyarakat penyebab merosotnya nilai tukar rupiah diantarannya situasi politik yang tidak stabil dan impor berlebih.*

JAKARTA, (PR).- Rupiah‎ memimpin mata uang negara-negara Asia yang mengalami penguatan AS hingga mencapai Rp 14.891‎ per Dolar AS berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR), Selasa 6 November 2018. Meskipun demikian, Bank Indonesia masih mewaspadai beberapa resiko stabilitas ekonomi domestik yang terjadi pada akhir tahun.

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo, mengatakan pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping mempengaruhi penguatan nilai tukar Rupiah. Hal itu terlihat dari mata uang regional yang memiliki tren serupa.

"Ini pertemuan yang ditunggu semua orang. Semua berharap pertemuan itu memberikan solusi yang positif setidaknya untuk nilai tukar mata uang negara berkembang," ujar dia di Jakarta, Selasa 6 November 2018.

Penguatan Rupiah itu juga merupakan faktor dari pertumbuhan ekonomi domestik. Hal itu diantaranya pertumbuhan kredit dan permintaan domestik yang cukup besar. "Artinya roda ekonomi bergerak. Sentimen konsumen dna produsen itu positif," ujar dia.

Meskipun demikian, Dody mengatakan, BI mewaspadai sejumlah resiko global yang dapat mempengaruhi stabilitas nilia tukar Rupiah. Hal itu diantaranya adalah rencana kenakan suku bunga acuan The Fed yang diperkirakan akan terjadi pada Desember 2018. 

Perdagangan barang-jasa masih defisit

Saat ini tren kenaikan suku bunga mulai terjadi di beberapa negara. ‎Hal ini dilakukan untuk menarik arus modal masuk ke negaranya.

Di tingkat domestik,  pelebaran defisit transaksi berjalan masih menjadi isu yang mempengaruhi stabilitas Rupiah. Hal itu dipengaruhi oleh neraca perdagangan barang dan jasa yang masih defisit.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal, Adriyanto, mengatakan jika penguatan Rupiah salah satunya dipengaruhi oleh realisasi pertumbuhan ekonom triwulan III tahun 2018 yang di atas prediksi.‎"Sebelumnya kan banyak yang memprediksi 5,1 persen atau bahkan di bawahnya. Tapi kenyataannya pertumbuhan ekonomi mencapai 5,17 persen," ujar dia.

Seperti diketahui sebelumnya, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi naisonal triwulan III tahun 2018 berada sedikit di bawah 5,1 %.‎ Hal itu dipengaruhi oleh defisit neraca perdagangan yang terjadi pada Juli dan Agustus 2018. ***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat