PURWOKERTO, (PR).- Sebanyak 11.200 ton beras masih menumpuk di tujuh gudang Bulog Sub Divisi Regional (Divre) Banyumas Jawa Tengah. Beras hasil pengadaan pangan tahun anggaran 2018 senilai Rp 89,6 miliar sudah mulai rusak. Beras itu sedianya jatah keluarga pra sejahtera.
"Ada 11.200 ton beras yang saat ini masih tersimpan di tujuh gudang di wilayah eks Karesidenan Banyumas, meliputi Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara, Saat ini kondisinya sudah mulai rusak,"kata Kepala Bulog Sub Divre Banyumas Sony Supriyadi, Minggu 3 April 2019.
Beras tersebut merupakan hasil pengadaan April dan paling akhir masuk pada Juli 2018. Artinya beras tersebut sudah tersimpan selama delapan bulan hingga satu tahun di gudang.
Menurut Soni usia maksimal beras dalam proses penyimpanan paling kuat antara 4-6 bulan. "Jika lebih dari 6 bulan kualitas beras akan menurun dan kemudian rusak. "Beras di gudang kami ada yang sudah tersimpan selama satu tahun, itu yang paling lama hasil pengadaan pada April," tambahnya.
Sebanyak 11.200 ton tersebut adalah beras yang seharusnya disalurkan untuk keluarga pra sejahtera atau program rastra. Namun kemudian pemerintah telah mengganti program beras sejahtera (rastra) dengan bantuan pangan non tunai (BPNT).
Bulog sulit untuk menyalurkan
Meski Bulog sebenarnya dilibatkan dalam program baru tersebut, namun pihaknya mengaku kesulitan dalam menyalurkan beras. Dukungan pemerintah daerah terhadap beras Bulog masih kurang.
Pihaknya sudah berupaya untuk melakukan pendekatan agar Bulog dilibatkan dalam BPNT di empat wilayah kabupaten seperti Kabupaten Cilacap, Banyumas, Banjarnegara dan Purbalingga, akan tetapi belum ada tanggapan serius dari pihak terkait yang terlibat dalam BNPT
Akibatnya beras hasil pengadaan pangan 2018 hingga 2019 masih menumpuk di gudang. Padahal biaya tebus untuk pembelian beras rastra dari APBN per kilogram beras adalah Rp 8000. Artinya ada potensi kerugian negara sekitar Rp 89,6 miliar.
Manajer KUD Patikraja yang juga mitra Bulog Faturahman menambahkan, perubahan kebijakan ini menyebabkan Bulog sendiri kesulitan menyalurkan beras yang diperoleh dari program penyerapan.