kievskiy.org

Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jabar Desak Gubernur Tetapkan Upah Minimum Padat Karya

ILUSTRASI gaji tidak sesuai UMK.*/DOK. PR
ILUSTRASI gaji tidak sesuai UMK.*/DOK. PR

BANDUNG, (PR).- Sejumlah industri padat karya yang tergabung dalam Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPPTPJB) meminta Gubernur Jabar menetapkan Upah Minimum Padat Karya serta Upah Minimum khusus Perusahaan Tekstil dan Produk Tekstil (UMPK/UMKPTPT). Kebijakan tersebut sangat dibutuhkan mengingat banyak industri padat karya yang terancam kolaps.

Demikian terungkap dalam konferensi pers Rembug Regional II-2019 "Penyelamatan Industri Padat Karya Sektor Tekstil dan Produk Tekstil di Jawa Barat" di Bandung, Senin, 28 Oktober 2019. Kegiatan tersebut tidak hanya dihadiri dari kalangan pengusaha, namun juga pekerja yang tergabung forum pekerja garmen.

Perusahaan yang tergabung kedalam PPPTPJB berjumlah 274 perusahaan yang tersebar ke 10 daerah, yakni Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang. Adapun jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan mencapai 256.882 pekerja.

Dorongan dari PPPTPJB tersebut dilatarbelakangi permasalahan pengupahan yang disebabkan kenaikan upah minimum kab/kota yang begitu tinggi. Padahal dari sisi industri kenaikan tersebut diluar batas kemampuannya.

Padat karya

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kab Subang Irtotolisi memaparkan industri padat karya merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja. Industri ini juga tidak terlalu mempertimbangkan latar belakang pendidikan pekerjanya. Artinya, pekerja dengan tingkat pendidikan yang rendah pun dapat diserap industi ini.

Dengan karakteristiknya tersebut, industri padat karya menjadi andalan pemerintah, termasuk Kabupaten Subang untuk menurunkan angka pengangguran. Hanya dalam perkembangan terakhir, akibat kenaikan upah yang begitu tinggi sementara banyak yang tidak mampu memenuhinya perlahan sejumlah perusahaan berhenti beroperasi.

Bahkan menurutnya, sepanjang tahun ini saja sudah ada lima perusahaan yang tutup karena tidak mampu membayar upah. Selain itu, dari komunikasi yang dilakukan para pengusaha sudah menegaskan tidak akan sanggup memenuhi jika terjadi kenaikan upah yang begitu tinggi. Maka berarti, tidak menutup kemungkinan adanya perusahaan yang berhenti beroperasi dan menyebabkan pengangguran.

“Jelas jika tidak ada kebijakan dari pemerintah 2020 Februari akan tutup. Melihat ini kami sangat was-was dan prihatin, bagaimana nasib dari 50.000 pekerja,” ujarnya.

Berdasarkan kondisi tersebut, ia mengatakan para pelaku industri berharap agar pemerintah bisa segera menetapkan UMPK/UMKPTPT. Pasalnya, menurutnya langkah penangguhan bukanlah solusi yang tepat.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat