kievskiy.org

Horor, dari Tinta ke Sinema: Abdullah Harahap Bermental Punk dan Stephen King Tak Pernah Kering

Stephen King dan Abdullah Harahap.
Stephen King dan Abdullah Harahap. /Dok. Pikiran Rakyat

PIKIRAN RAKYAT - Bicara horor dalam sastra dan sinema haruslah melibatkan banyak variabel. Namun, esai ini hanya ingin menyoal sosok penulis.

Khusus soal produktivitas, jika Amerika punya Stephen King, Indonesia punya Abdullah Harahap. Hari ini, nama Abdullah Harahap kalah tenar disapu publisitas karya penulis-penulis horor muda.

Akan tetapi pada masa kejayaannya, Abdullah Harahap adalah nama yang tak hanya disebut di perpustakaan. Namanya beresonansi di terminal, pasar becek, warung kopi, atau pos ronda.

Bagi mereka yang tumbuh dewasa pada era 1970-1990-an, novel, cerpen, atau cerbung horor karya Abdullah Harahap telah membentuk imajinasi tentang hantu, dunia mistik, dan klenik. Tentu saja selain komik horor komedi Petruk dan Gareng karya Tatang S atau berbagai versi komik visualisasi siksa neraka.

Barangkali, tanpa dia sendiri sadari, Abdullah Harahap menjadi penulis bermental punk hampir sepanjang kariernya. Pemberontakan tecermin dalam corak yang ditekuninya, horor.

Putusan mengarang horor terbilang berani karena pada era 1970-an, roman percinataan hasil kerja Motinggo Busye, Mira W, Marga T, Ali Shahab, atau Ashadi Siregar laris di pasaran. Belum lagi euforia novel erotis ala Enny Arrow dan Fredy S.

Proses kreatif Abdullah Harahap unik. Selain mengarang horor, dia menulis roman percintaan bernuansa erotis dan melahirkan sejumlah judul seperti Lembutnya Dosa Kotornya CintaImpian Seorang Janda, dan Istriku Sayang Istriku Jalang.

“Eureka effect” baginya untuk menjadi penutur misteri muncul ketika mendapati fakta perempuan pengidap gangguan jiwa hamil dan meninggal dunia saat melahirkan di pinggir jalan. Sejak saat itu, produktivitasnya terus meningkat.

Baca Juga: Digambarkan Horor oleh YouTuber, Fakta ‘Desa Mati’ Majalengka Terkuak, Simak Pengakuan Warga Tersisa

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat