ARKEOLOG dan pemerhati budaya Sunda Ayatrohaédi membedakan cawokah dan jorang (porno). Pembedanya terletak pada teks dan konteks humor yang dimaksud.
Menurut Kamus Basa Sunda (1954), cawokah dan jorang diartikan sama. Cawokah, jorang, artinya suka menyebutkan kata-kata yang mesti disembunyikan, seperti nama organ vital (kemaluan) atau perilaku yang mengundang syahwat.
Sementara jorang artinya suka menyebut-nyebut kata-kata yang kotor, nama-nama organ vital (kemaluan) dst.
Rumusan tersebut, kata Ayatrohaédi, muncul dari orang atau kelompok orang yang “beradab”, tanpa mempertimbangkan bahwa dalam hal tertentu kata yang berarti kemaluan itu telontar sebagai sesuatu yang spontan dan seolah-olah refleks.
Misal, karena marah atau terkejut. Seseorang akan menyebut kata bebel tanpa sadar kata itu termasuk jorang atau cawokah (Seks, Teks, dan Konteks; 2004).
Dengan mengapresiasi hasil disertasi Lina Maria-Coster Wijsman yang berjudul Uilenspiegelverhalen in Indonesie in Het Bizonder in de Soendalanden, Ayatroahedi berkesimpulan, humor Sunda, terkhusus humor-humor Si Kabayan, bukanlah humor jorang (porno), tetapi masuk pada golongan cawokah.
![](https://kievskiy.org/#STATIC#/public/image/2017/05/1908ibing3.jpg)
Menurut Ayatrohaédi, dari sekitar 80 kisah Si Kabayan yang dijadikan bahan disertasi Coster-Wijsman, terdapat 24 kisah yang berkenaan dengan seks. Kisah-kisah itu mengandung kata-kata "tabu", walaupun sekali lagi, ternyata tidak menimbulkan kesan erotis. Jika dikaitkan dengan teks dan konteks, akan dengan mudah dipahami mengapa hal itu terjadi.
Karena humor cawokah sensitif bagi sebagian orang, sebisa dapat humor-humor tersebut dihindari. Menurut pengarang Tatang Sumarsono, heureuy Sunda identik jeung heureuy cawokah. Tapi, dina Beregejed mah hal éta téh disingkahan. Aya alusna panyusun selektif, sangkan ieu buku bisa dibaca ku saha waé. Begitu pendapat Tatang dalam kata pengantar pada buku Beregejed, Kumpulan Guguyon Sunda (1992, 1995, 2002).