kievskiy.org

Ruang Kosmik, Wadah Tampil Musisi Indie Hingga Rampak Genting di Majalengka

SINTA Prasiska (23) memimpin aksi Rampak Genteng, di Jatiwangi Square, Kabupaten Majalengka, November 2018 lalu.*/DOK. JATIWANGI ART FACTORY
SINTA Prasiska (23) memimpin aksi Rampak Genteng, di Jatiwangi Square, Kabupaten Majalengka, November 2018 lalu.*/DOK. JATIWANGI ART FACTORY

KEGIATAN apresiasi musik, di Konsorsium Musik Keramik (Kosmik), menjadi agenda yang sayang jika dilewatkan, di Jatiwangi Art Factory, Kabupaten Majalengka. Ami Thian, penanggung jawab Ruang Kosmik, dengan apik mengkurasi setiap musisi yang dihadirkan ke JAF.

“Biasanya kami melihat visi misi apa yang dibawa dari musisi tersebut. Yang terpenting juga memiliki koneksivitas,” kata Ami, Sabtu, 4 Mei 2019. Baru saja ia menghadirkan Jambore Blues #1 bersama Bandung Blues Society, April 2019. 

Dia menyebutkan beberapa penampil yang cukup berkesan. Misalnya Rubah di Selatan, kelompok musik folk dari Yogyakarta, yang sempat membuat alat-alat musik mereka dari tanah di studio keramik. Mereka pun tampil bermusik menggunakan alat-alat itu di Ruang Kosmik.

Selain itu, tentu saja penampilan band asli Jatiwangi, Sadatana. Kelompok musik yang mengambil namanya sesuai alat-alat musik yang mereka mainkan. Seperti kendi yang diketuk menjadi seperti gendang dan gitar genting. 

“Kemudian ada Parahyena yang bagi saya mereka itu seperti main-main. Padahal eksplorasi musiknya mengajak kita yang mendengar travelling hampir ke seluruh Indonesia. Beberapa genre tradisional Indonesia ditampilkan,” kata Ami, seraya menyebut sudah 13 penyanyi dan kelompok musik yang hadir di Kosmik.

Selain mengapresiasi pertunjukan, studio keramik pun memproduksi sejumlah alat musik. Di samping gitar genting, kendi gendang, dilahirkan juga suling tanah sebagai alat musik yang paling otentik dari Jatiwangi.

Bentuknya membulat dalam satu genggaman tangan dengan lubang utama untuk mulut, dan lubang-lubang kecil lain untuk mengatur nada. Setelah dibuat perajin, musikus akan menyetel fungsi pentatoniknya. The People Clay, kelompok musik dari wilayah itu, kerap tampil membawakan musik dengan suling tanah.

“Pendekatan musik ini sebenarnya bukan hal baru. Penggunaan genting dan tanah sebagai alat musik adalah tradisi Jatiwangi asli, yang kami bangkitkan lagi,” katanya. Selain The People Clay dan Sadatana, ada juga Hanya Terra, yang alat musiknya mengandalkan sepenuhnya tanah.

Di samping berhasil menjangkau Jatiwangi, melalui musik, terangkul juga pemuda se-Kabupaten Majalengka. Melalui kegiatan Rampak Genteng misalnya. “Rampak Genteng, sudah jadi lebarannya orang Jatiwangi,” ujar Ami. Dari tahun ke tahun, pesertanya semakin luas dan banyak.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat