kievskiy.org

Tari Kontemporer 'Loading' Ungkap Kebergantungan Manusia pada Teknologi

PARA penari tampil pada perhelatan Up Close Performance 2019, di Landmark Residence Bandung, Minggu, 10 November 2019 malam.*/MUHAMMAD FIKRY MAULUDY/PR
PARA penari tampil pada perhelatan Up Close Performance 2019, di Landmark Residence Bandung, Minggu, 10 November 2019 malam.*/MUHAMMAD FIKRY MAULUDY/PR

BAGI Hari Ghulur, loading dalam definisi yang sebenarnya adalah memuat. Namun, loading dapat dikorelasikan dengan menunggu, berulang ulang, flatlose signal, dan jeda. Melalui tari kontemporer, gagasan loading dimunculkan dari lambatnya pola pikir yang diakibatkan benturan-benturan sistem tingkat stress, kepadatan, kecepatan waktu aktivitas, hingga pola hidup serta faktor usia.

Kecanggihan teknologi semakin tidak memberi kesempatan tubuh untuk berlatih dan berpikir. Kecanggihan ini kemudian menjadi candu teknologi yang mengakibatkan manusia semakin tidak percaya diri dan mengalami kemunduran daya pikir.

Pada perhelatan Up Close Performance 2019, di Landmark Residence Bandung, Minggu, 10 November 2019 malam, para penari Up Close tergabung dalam Contempghulur. Mereka menyajikan koreografi dengan mengeksplorasikan “loading” menurut intepretasi masing-masing penari. Sejak latihan pertama, mereka telah dibekali dengan sesi kontemplasi. Para penari diajak untuk merenungkan bersama: “Apa arti loading bagi tubuh mereka?”.

Penggagas acara Up Close Performance, Jessica Christina mengatakan, gelaran keempat acara itu menawarkan dua koreografer ternama yang berbagi konsep baru. Selain Contempghulur, ada pula penampilan Hiphopblink karya Bing Blink.

Hari Ghulur, alias Mohammad Haryanto, merupakan dosen tari di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya. Ia juga memimpin Sawung Dance Studio. Pada ajang tahunan di Bandung ini, Hari menyerahkan pemaknaan karya tari kontemporernya kepada para penari.

Ia menginginkan para penari mengeksplorasi tubuh dan memproses konsep loading. Muncullah gerakan memutar yang dominan; mulai dari memutar pinggul, memutar kepala, hingga memutar tangan. Representasi putaran itu menyoroti alat terdekat manusia saat ini, komputer, yang memproses “loading”, sejalan dengan gerak kehidupan sehari-hari, yang dilakukan repetitif, terus-menerus.

Contemghulur menunjukkan bahwa teknologi sebenarnya mampu hadir sebagai alat bantu yang mempermudah hidup. Akan tetapi kadang malah menghambat manusia untuk malas berpikir. Otak dibiarkan lupa dilatih untuk berpikir atau mengingat, karena semua pekerjaan bergantung penuh pada gadget.

Jessica menuturkan, setiap koreografer punya cara pendekatan yang berbeda dalam mempresentasikan karya mereka. Tari genre hiphop dikemas menjadi sebuah performa yang fokusnya pada koreografi, dan dipengaruhi musik, beat, serta ekspresi. Gerakan tubuhnya diarahkan menjadi sesuatu yang menarik untuk orang umum yang mungkin tidak terbiasa ikut menari, tetapi bisa langsung terhubung, karena musiknya familiar didengar.

Sajian koreografinya tetap menarik dengan rasa dan nuansa yang ditawarkan koreografer. Sedangkan Hari hadir dari latar belakang perguruan tinggi tari, yang juga dibesarkan oleh silat tradisional atau tarian tradisional. Maka, pendekatannya pun menjadi menarik karena menyisipkan banyak unsur budaya sekaligus representasi dan realita dari keadaan sekitar manusia saat ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat