kievskiy.org

Pengamat: Survei YLKI Soal AMDK Galon Cuma Basa - Basi

Ilustrasi galon.
Ilustrasi galon. /PIxabay.com/LeslieAnneliese

PIKIRAN RAKYAT - Dosen ilmu komunikasi, Satrio Arismunandar, mengkritisi survei dan rekomendasi yang dibuat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap produk air minum dalam kemasan (AMDK) yang tidak berdasarkan metode penelitian ilmiah, tapi lebih pada asumsi, dugaan, kecurigaan, prasangka, ataupun misi tertentu. Menurutnya, sebagai lembaga perlindungan konsumen yang sudah memiliki nama, YLKI seharusnya tidak melakukan survei yang tujuannya diduga untuk kampanye menolak produk tertentu.

Jika survei yang dilakukan cuma basa-basi biar dianggap ilmiah dan tidak nyambung dengan materi atau substansi yang diteliti, ini bisa berdampak negatif dan merugikan banyak pihak termasuk masyarakat. Terutama, jika argumen yang dibangun lemah dan rekomendasi yang diajukan juga terkesan dipaksakan dan mengada-ada, ujar pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ini dalam tulisannya di Kompasiana.

Salah satu yang menjadi sorotan Satrio dari survei YLKI itu adalah soal objek yang disurvei. Dikatakannya, populasi survei post market adalah toko yang menjual AMDK galon, meliputi supermarket, minimarket, agen, dan warung. Seharusnya, populasi penelitian survei konsumen adalah seluruh konsumen yang pernah atau berlangganan dalam pengkonsumsian AMDK dan bukan toko penjualnya, ucapnya.

Satrio melihat ada beberapa kerancuan dan kelemahan dalam penelitian yang dilakukan YLKI. Menurutnya, survei YLKI dilakukan hanya untuk membuat opini negatif terhadap AMDK galon guna ulang. Opini seperti ini tidak bisa dijadikan dasar untuk membuat kesimpulan tentang sesuatu fakta yang harus diukur dengan alat atau instrumen yang tepat, yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tukasnya.

Selain itu, menurutnya, survei yang dilakukan YLKI yang menyimpulkan bahwa AMDK galon guna ulang yang terpapar sinar matahari akan menimbulkan migrasi zat BPA ke air minumnya, itu tidak bersifat objektif. Kesimpulan seperti itu kan harus diukur dengan alat tertentu, dan bukan sekadar opini.

Baca Juga: Link Resmi Cek Nama Calon Penerima BLT Minyak Goreng Rp300.000 April 2022

Bahkan, untuk mengukur keterpaparan sinar matahari pun juga perlu ketersediaan alat ukur dan penguasaan teknis tersendiri, yang masyarakat awam tidak paham dan tidak bisa melakukannya. Ini harus dilakukan oleh orang yang ahli atau profesional di bidangnya, katanya.

Selain itu, kata Satrio, dalam penelitian ilmiah harus ada batasan yang jelas untuk pengertian terpapar sinar matahari. Apalagi jika mau mengklaimnya hingga ke tahap yang berisiko pada kesehatan konsumen, ucapnya.

Dia mencontohkan seperti apakah terpapar matahari pada pukul 6.30 pagi bisa disamakan dengan terpapar matahari pukul 12.00, berapa lama AMDK galon guna ulang harus terpapar sinar matahari dan berapa sebetulnya suhu maksimal yang bisa terjadi sehingga bisa dikategorikan berisiko bagi kesehatan konsumen.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat