kievskiy.org

Pengguna Smarphone Meningkat, Tiongkok Keruk Keuntungan

ILUSTRASI smartphone.*/REUTERS
ILUSTRASI smartphone.*/REUTERS

PENGGUNA smartphone di Afrika semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan ponsel Tiongkok mendapat banyak keuntungan dari tren tersebut. Di sisi lain, perusahaan ponsel asli Afrika mengalami kesulitan untuk bersaing dengan ponsel Tiongkok yang harganya lebih terjangkau.

"Saya tidak bisa membayangkan hidup tanpa smartphone," ujar Lafu Balde, pria berusia 35 tahun. Ia menjalani kegiatan sehari-harinya di jalanan Bissau, ibukota negara Guinea-Bissau untuk mencari berbagai pekerjaan. Terkadang, ia menawarkan jasa menukar mata uang asing dan menjadi penjaga toko di waktu lain. 

"Saya menggunakan smartphone untuk tetap berhubungan dengan pelanggan, teman dan kenalan saya di seluruh dunia. Bagi saya, smartphone sekarang hampir sama pentingnya dengan listrik, air dan makanan," ungkapnya kepada Deutsche Welle (DW).

Sekitar 77% orang Afrika di bawah usia 35 tahun memiliki smartphone untuk memenuhi segala kebutuhan. “Kami menggunakan ponsel untuk transfer bank. Kami dapat membeli kredit digital dan mengirimnya ke kerabat atau mitra bisnis di seluruh dunia melalui SMS. Mereka dapat menebus uangnya di mana saja," kata Lafu Balde. Saat ini, berbagai kebutuhan sehari-hari dimudahkan dengan adanya smartphone. Misalnya saja, pendaftaran universitas di Afrika dan pengiriman dokumen pun sudah dilakukan secara daring.

Kompetitif

Dilansir laman DW, Selasa 29 Oktober 2019, pasar ponsel cerdas sangat kompetitif, tetapi beberapa perusahaan dari luar negeri mulai mencoba menargetkan pasar Afrika. Visi ini diakui oleh perusahaan Transsion dari Tiongkok. Smartphone mereka terjual laris di Afrika selama 10 tahun terakhir. Menurut Transsion Holdings, penjualan ponsel mencapai lebih dari 130 juta sel untuk merk Tecno dan Itel.

"Produk mereka ideal dengan standar smartphone seharusnya,” ungkap Lafu Balde. Ia mengaku baru saja membeli ponsel Transsion: “Harganya hanya 50.000 CFA franc (Rp 1,2 juta), tapi fiturnya sangat lengkap. Bagi orang Afrika, yang terpenting adalah aplikasi media sosial sudah terpasang, perangkat kuat dan baterai yang tahan lama. Saya berterima kasih kepada Tiongkok karena telah membuat ponsel yang memudahkan kami untuk mengakses Internet." Pengguna juga dimanjakan dengan pengaturan bahasa Afrika dan fitur dual-sim.

Ponsel Tiongkok juga mendominasi pasar di Senegal dan Nigeria, yang merupakan negara terpadat di Afrika. Tren yang sama juga terjadi di Afrika sub-Sahara, Ethiopia, sebagai target pasar kedua tersebar. Transsion adalah perusahaan non-Afrika pertama yang memperkenalkan font Amharic dan mendukung sistem purna jual sejak 10 tahun yang lalu.

Masih dalam laporan DW, hanya beberapa orang di Tiongkok yang mengetahui kesuksesan besar ponsel Transsion di Afrika. Kapitalisasi pasar perusahaan Transsision mencapai $ 6 miliar (Rp 84 miliar) pada hari pertama perilisannya, empat minggu lalu. Misi perusahaan “Fokus di Afrika” mulai digarap sejak tahun 2008 hingga meraih kesuksesan besar seperti sekarang. Di tahun 2018, jumlah ponsel yang diimpor dari Tiongkok ke Afrika Sub-Sahara mencapai 124 juta. Tahun lalu, perusahaan Transsision menguasai hampir 50% pangsa pasar smartphone di Afrika.

"Senjata terkuat Transsion adalah harga ponselnya yang murah," jelas pakar TI Wang Ting kepada DW. Perusahaan dengan teliti menganalisis kebutuhan pengguna ponsel di Afrika dan menyesuaikannya dengan kebutuhan mereka. "Dibanding merk ponsel lain, kamera ponsel Transsion dapat dengan mudah mengenali wajah orang Afrika, meskipun dalam pencahayaan yang kurang," kata Ting. Transsion sudah tertanam kuat di pasar Afrika dan akan terus berinvestasi demi kepentingan penelitian dan pengembangan. Kesuksesan perusahaan Tiongkok ini membuat calon pesaingnya di masa depan akan merasa kerepotan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat