PIKIRAN RAKYAT - Malaysia harus membatasi segala bentuk pergerakan penduduknya demi mencegah penyebaran COVID-19. Malaysia menutup segala aktivitas dari dalam maupun luar negaranya. Kebijakan keras yang diambil Perdana Menteri Muhyiddin Yassin pada Rabu 18 Maret 2020 lalu itu, sangat merugikan warga, khususnya kelompok menengah ke bawah.
Kebijakan lockdown dinilai sangat keras, tak demokratis dan melanggar HAM. Di Malaysia, bagi pelanggar lockdown dikenakan denda 1.000 ringgit (sekitar Rp 3,5 juta) atau dipenjara selama enam bulan.
Dilansir CNA, Minggu, langkah lockdown selama 14 hari ini membuat keseharian di Malaysia berantakan, banyak orang berebut membeli bahan makanan dan terpaksa bekerja dari rumah. Hal ini secara langsung berdampak pada mata pencaharian banyak orang, terutama mereka yang sangat bergantung pada penghasilan sehari-hari.
Baca Juga: DPR Ingatkan Tiga Hal Terkait Alihfungsi Gedung Menjadi Rumah Sakit Darurat Virus Corona
“Saya harus berbagi dengan kerabat saya di rumah. Apa yang harus kami lakukan? Siapa yang akan mengganti kerugian kami?” kata Wong Kok Wah, bapak 62 tahun pemilik kedai kopi.
“Saya harus tetap menggaji dan membayar biaya sewa tempat walaupun kami sudah tutup,” tambah Wong.
Seorang musisi lokal, Raj juga turut kehilangan penghasilan karena tidak bisa manggung di acara hajatan seperti sebelum lockdown. Selain itu, sejumlah booking-an di beberapa pesta kawin, terpaksa dibatalkan.
Selain banyaknya pembatalan kontrak kerja, kata fotografer lokal, Thomas Tam, dirinya terpaksa harus menerima penundaan pembayaran dari kliennya karena pembayaran tidak dapat diproses jika kantornya tutup.