kievskiy.org

Masa Lalu Prabowo Menghantui Masa Depan Indonesia, Valentine Tanpa Cinta untuk Demokrasi Indonesia

Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyampaikan pidato politik pada kampanye akbar di GOR Delta Sidoarjo, Jawa Timur pada Jumat, 9 Februari 2024.
Capres nomor urut 2 Prabowo Subianto menyampaikan pidato politik pada kampanye akbar di GOR Delta Sidoarjo, Jawa Timur pada Jumat, 9 Februari 2024. /Antara/Dhemas Reviyanto

PIKIRAN RAKYAT - Bertepatan dengan Hari Kasih Sayang atau Valentine, ribuan orang Indonesia memadati stadion Istora Senayan Jakarta pada Rabu 14 Februari 2024. Mereka hanya memperhatikan satu orang yang pernah mendapat banyak kebencian beberapa dekade lalu, Prabowo Subianto.

Pada akhir hari pemungutan suara Pemilu 2024, dia mengklaim kemenangan atas angka penghitungan cepat (quick count). Jika kemenangannya dikonfirmasi, Indonesia akan dipimpin oleh mantan komandan pasukan khusus berusia 72 tahun dengan catatan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang masih abu-abu sampai saat ini.

Tidak hanya itu, hubungan dekatnya dengan Soeharto juga menjadi perhatian. Sebab, Presiden kedua Indonesia yang memerintah dengan tangan besi selama tiga dekade antara 1967 dan 1998 itu merupakan mantan mertua Prabowo Subianto.

Ketika para pendukung merayakan, beberapa ahli bertanya-tanya bagaimana mantan jenderal itu, terlepas dari masa lalunya yang kontroversial, memperoleh mayoritas besar dan kuat dalam penghitungan cepat Pemilu 2024. Bahkan, potensi kemenangan Prabowo Subianto pun turut menarik perhatian dunia.

Berbagai media asing membicarakan sosoknya, raihan suara versi quick count, dan yang tak kalah disorot adalah masa lalunya yang diduga terlibat dengan penculikan dan penghilangan belasan aktivis.

Beberapa analis dan aktivis pun khawatir bahwa kepresidenan Prabowo Subianto akan menandai kembalinya pemerintahan otoriter gaya Soeharto.

"Agenda demokrasi tidak akan menjadi prioritas utamanya," ucap pengamat politik dari Universitas Atma Jaya Jakarta, Yoes Kenawas.

"Kita bisa mewaspadai pembungkaman suara-suara kritis melalui undang-undang kejam akan terus berlanjut," ujarnya menambahkan.

Direktur kelompok HAM Indonesia Amnesty International, Usman Hamid juga menyatakan keprihatinan serupa.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat