kievskiy.org

Ratusan Negara Bisa Mengakui Eksistensi Palestina, tapi Israel Penjajah dan Sekutu Akan Terus Menihilkannya

Sejumlah pendukung Palestina berpartisipasi dalam demonstrasi anti penjajah Israel.
Sejumlah pendukung Palestina berpartisipasi dalam demonstrasi anti penjajah Israel. /Foto: REUTERS Mohammed Salam

PIKIRAN RAKYAT - Sehari menjelang serbuan militer ke Rafah, pemerintah Israel Penjajah menutup perwakilan jaringan televisi Al Jazeera di Yerusalem Timur. Pemerintahan PM Netanyahu menilai pemberitaan jaringan tv tersebut membahayakan keamanan negara Israel Penjajah.

Atas tindakan tersebut berbagai pihak menyampaikan protes keras. Tapi, seperti biasanya, Israel Penjajah tidak menggubrisnya.

Sementara di seberang lautan, ribuan mahasiswa di beberapa kampus di AS melakukan unjuk rasa pro Palestina. Demo yang sama juga terjadi di kampus-kampus di Inggris, Jerman, Italia dan Prancis.

Genosida yang dilakukan Israel Penjajah di Gaza membangkitkan simpati terhadap rakyat Palestina. Kini hampir dua juta warga Palestina yang berada di Gaza tinggal di kamp pengungsian dengan fasilitas serba terbatas.

Orang bahkan melihatnya bukan sebagai kamp pengungsian, melainkan sejenis penjara terbuka karena yang tinggal di sana harus mengalami penderitaan yang sangat berat.

Gerakan pro Palestina tampaknya akan terus berlanjut, termasuk di PBB di mana mayoritas anggota menyatakan mengakui negara Palestina. Tapi apakah semua itu benar-benar akan menjadi realitas di mana sebuah negara Palestina yang berdaulat akan terwujud?

Noam Chomsky misalnya mengemukakan ilustrasi yang cukup menarik. Pada awalnya, dia dan keluarganya termasuk aktivis Zionis. Tapi dia berpendapat antara Zionis dengan sebuah negara yang bernama Israel Penjajah merupakan dua hal yang berbeda.

Secara konsisten sampai sekarang Chomsky merupakan tokoh garda depan yang tak henti-hentinya melakukan kritik serta gerakan menentang tindakan Israel Penjajah terhadap warga Palestina.

Sepanjang sejarahnya Zionisme terus bermetamorfosa. Sekitar tahun 1930-an ketika pihak Inggris menawarkan sebagian wilayah Palestina untuk menjadi negara Israel, aktivis Zionis seperti David Ben Gurion menolak karena dianggap wilayahnya terlalu sempit.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat