kievskiy.org

Perubahan Iklim Bisa Sebabkan Turbulensi Parah Seperti yang Dialami Singapore Airlines

Ilustrasi turbulensi pesawat.
Ilustrasi turbulensi pesawat. /Pexels/Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Penerbangan Singapore Airlines SQ321 rute London-Singapura mengalami turbulensi parah yang berujung pada pendaratan darurat di Bangkok, Thailand. Saat kejadian, seorang warga negara Inggris, Geoff Kitchen, mengalami serangan jantung dan meninggal di lokasi.

Singapore Airlines SQ321 menggunakan pesawat Boeing 777-300ER. Pesawat itu membawa 211 penumpang dan 18 awak. Namun, setelah terjadinya insiden, 71 orang dilaporkan luka-luka dan 20 orang masih berada di unit perawatan intensif di Bangkok, Thailand.

Kini, pembahasan tertuju pada turbulensi parah yang menjadikan penerbangan Singapore Airline SQ321 begitu berbahaya hingga terpaksa melakukan pendaratan darurat pada bandara yang bukan tujuan akhir.

Pada dasarnya, turbulensi merupakan gangguan aliran udara di tengah penerbangan yang bisa berasal dari berbagai latar belakang pemicunya, termasuk area pegunungan dengan gelombang udara sangat dinamis.

Turbulensi udara jernih atau CAT yang paling menimbulkan kekhawatiran dalam dunia penerbangan. Untuk bayangannya, Kepala Departemen Ilmu Atmosfer di Texas A&M University, Ramalingam Saravanan mengatakan bahwa turbulensi ini tercipta atas gelombang gravitasi yang menyebabkan gelombang di udara tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Satu-satunya cara pilot mengetahui adalah hanya mendengarnya dari pilot sebelumnya.

Apakah turbulensi bisa disebabkan perubahan iklim?

Hasil studi dari University of Reading asal Inggris yang diterbitkan tahun lalu menemukan bahwa antara tahun 1979 dan 2020, turbulensi udara jernih meningkat sebesar 55 persen di Atlantik Utara, salah satu rute penerbangan tersibuk di dunia. Suhu yang lebih hangat bisa terjadi akibat pengaruh emisi gas rumah kaca pada pola angin yang menjadi tumpuan penerbangan.

Laporan serupa juga diungkapkan oleh para peneliti asal Universitas Chicago Amerika Serikat yang memperkirakan bahwa pemanasan suhu dapat menyebabkan kecepatan angin menjadi lebih tinggi dalam aliran jet tingkat atas yang tercepat.

Studi tersebut menunjukkan bahwa kecepatan pemanasan global akan meningkat sebesar 2 persen untuk setiap kenaikan derajat celcius, bahkan berpeluang meningkat sebesar 4 derajat Celcius pada akhir abad ini jika gas rumah kaca terus meningkat di seluruh dunia.

Suhu global telah meningkat setidaknya 1,1 derajat Celcius sejak era pra-industri. Selama periode itu, lonjakan terbesar terjadi sejak tahun 1975, menurut NASA.

Para peneliti dari University of Chicago mengatakan bahwa karena diperkirakan kecepatan angin akan memecahkan rekor, maskapai penerbangan perlu memperlambat kecepatan untuk membatasi dampak turbulensi terhadap keselamatan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat