kievskiy.org

Sambut Musim Tanam, Desa Lelea Gelar Tradisi Ngarot

KUWU Lelea, Raidi, yang juga pemangku adat Desa Lelea, memimpin arak-arakan tradisi ngarot keliling kampung di Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Rabu (25/11/2015). Menyambut musim tanam rendeng, 105 perawan ngarot dan 120 bujang yang diselenggarakan setiap hari Rabu pada November-Desember.*
KUWU Lelea, Raidi, yang juga pemangku adat Desa Lelea, memimpin arak-arakan tradisi ngarot keliling kampung di Desa Lelea, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu, Rabu (25/11/2015). Menyambut musim tanam rendeng, 105 perawan ngarot dan 120 bujang yang diselenggarakan setiap hari Rabu pada November-Desember.*

INDRAMAYU, (PRLM).- Menyambut musim tanam rendeng, masyarakat Desa Lelea Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu, menggelar tradisi ngarot. Lebih dari 100 gadis dan bujang ngarot diarak keliling kampung-kampung. Berdasarkan pantauan "PR" Online, ribuan warga, wisatawan, mahasiswa, dan wartawan turut mengiringi tradisi tahunan tersebut. Tak ayal, jalan-jalan di Desa Lelea penuh sesak oleh masyarakat yang menyemut dengan ratusan pedagang di setiap sisi dan sudut jalan-jalan desa. Ngarot merupakan upacara adat menyongsong datangnya musim hujan, yaitu tibanya musim tanam padi. Biasanya adat ini dilaksanakan pada pekan ketiga bulan November atau Desember dan selalu dilaksanakan pada Rabu. Hari yang dianggap keramat dan hari baik oleh masyarakat Lelea untuk menanam padi. Istilah ngarot berasal dari kata ”nga–rot” (basa Sunda) yang berarti minum atau ngaleueut. Uniknya, hanya pemuda dan pemudi yang masih menjaga kesuciannya yang boleh ikut dalam acara ini karena jika pemuda atau pemudi sudah tidak suci akan terlihat sangat buruk di mata para peserta ngarot, dalam upacara ini para gadis desa peserta upacara dihias dengan mahkota bunga di kepalanya sebagai lambang kesucian. Berbusana kebaya berselendang yang dilengkapi aksesori, seperti kalung, gelang, cincin, bros, peniti emas, dan hiasan rambut. Para gadis pun bermahkotakan rangkaian bunga-bunga, yaitu kenanga, melati, dan kertas. Sementara remaja putra mengenakan busana baju komboran dan celana gombrang berwarna hitam, lengkap dengan ikat kepala. Pemangku adat yang juga Kuwu Desa Lelea, Raidi, berpesan kepada gadis dan bujang ngarot agar senantiasa mrngucap syukur atas hasil bercocok tanam dan sebagai penyemangat para petani untuk kembali mulai bercocok tanam. Dia berharap ngarot ini sebagai pembelajaran dan regenerasi petani dari generasi tua kepada generasi muda. Dia pun meminta kepada kaum muda Lelea agar tak melupakan basa Sunda, bahasa leluhur masyarakat Lelea. "Ngarot ada karena masih adanya basa Sunda. Basa Sunda ada karena ngarot ada. Jadi, saya minta agar menjaga dan melestarikan basa Sunda," ucapnya. Diiringi musik khas, upacara adat ngarot dimulai pukul 9.00 dengan berkumpulnya para gadis dan bujang ngarot di halaman rumah kepala desa, kemudian bersama kuwu dan sesepuh adat, mereka diarak mengelilingi kampung dengan urutan kepala desa di depan, diikuti remaja putri dan remaja putra. Seusai mengelilingi kampung, konvoi ngarot pun kembali ke aula balai desa dan disambut oleh tari topeng Indramayu. Para gadis dan bujang ngarot pun mendapat wejangan dari sesepuh dan pemangku adat, lalu diberikan beras, kendi berisi air, serta cangkul sebagai simbol untuk segera memulai menanam padi. (Asep Budiman/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat