kievskiy.org

Jatuh Bangun Perajin Payung Geulis Tasikmalaya

PERAJIN melukis payung geulis di Kampung/Desa Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Senin, 21 Oktober 2019. Sempat terpuruk, produksi dan omset penjualan payung geulis kini meningkat.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR
PERAJIN melukis payung geulis di Kampung/Desa Panyingkiran, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya, Senin, 21 Oktober 2019. Sempat terpuruk, produksi dan omset penjualan payung geulis kini meningkat.*/BAMBANG ARIFIANTO/PR

USAHA kerajinan payung geulis Tasikmalaya sempat terpuruk dalam kurun 1975-1980, lantaran serbuan payung-payung ‎modern di pasaran. Namun, usaha kerajinan khas Tatar Sukapura itu perlahan bangkit dan tetap bertahan kendati para perajinnya  menyusut.

Hingga kini, para perajin yang tersisa menolak untuk lenyap dan terus berkreasi dengan tradisi warisan leluhurnya. Pikiran Rakyat menelusuri perjuangan panjang sejumlah perajin payung geulis merawat tradisi lawas tersebut.

Sempat gulung tikar

Ingatan‎ Sandi Mulyana (37) terantuk cerita lama orang tuanya tentang nasib muram perajin payug geulis pada sekira 1975-1980-an. Saat itu, tempat tinggal keluarganya di Kampung/Kelurahan Panyingkiran, Kecamatan Indihiang dikenal sebagai sentra kerajinan payung geulis.

Namun, kreasi lawas yang turun temurun diwariskan para perajin Panyingkiran kepada anak dan kerabatnya mendadak bernasib muram. Usaha warga Panyingkiran yang mayoritas bergelut membuat payung geulis terpukul karena kehadiran payung-payung modern. Akibatnya, banyak usaha warga yang gulung tikar.

"Yang bertahan hanya tinggal dua orang," kata Sandi saat ditemui di tempat produksi payung geulis Karya Utama di Kampung/Kelurahan Panyingkiran, Senin, 21 Oktober 2019.

Serbuan payung-payung modern berbahan parasit benar-benar memukul usaha payung geulis. Selain produksinya massal, payung-payung pasaran tersebut juga dijual dengan harga murah. Beruntung asa para perajin tersisa Panyingkiran tak lindap. Salah satunya, Aod Sahrod, kakek Sandi. 

Aod tetap menekuni pekerjaannya meskipun penjualan payung geulis sepi. Sementara perajin lain malah telah menghentikan produksinya.

Akhirnya, usaha payung geulis kembali menggeliat pada 1982-1985 dan mencapai masa keemasan pada 1990. Kebangkitan kerajinan khas itu bermula saat para perajin menjadikan karyanya bukan hanya sekadar bernilai fungsi, melindungi dari panas dan hujan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat