PIKIRAN RAKYAT - Limbah infeksius meningkat 30 persen selama masa Pandemi Covid-19. Antisipasi dampak negatif dari limbah infeksius perlu diantisipasi agar tidak menjadi sumber penularan penyakit di lingkungan masyarakat.
Demikian diungkapkan Deputi Ilmu Pengetahuan Bidang Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono dalam webinar Hari Bumi bertema Penanganan Sampah atau Limbah Medis terkait Covid-19 dalam siaran pers, Jumat 24 April 2020.
Menurut Agus, sejak pandemi Covid-19, limbah infeksius kini mulai ditemukan di sungai dan di pantai. Kondisi tersebut berbeda dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19 terjadi.
Baca Juga: Toyota Luncurkan Alphard dan Vellfire Edisi Khusus, Ada Sentuhan Emasnya
“Di sungai dan di pantai yang tadinya tidak ada limbah masker, sekarang ditemukan. Diperlukan peran kita untuk meringankan beban masyarakat dan negara dalam penanganan Covid-19,” ujar Agus Haryono.
Menurut Agus, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sudah mengeluarkan surat edaran terkait Pengelolaan Limbah Infeksius (limbah B3) dan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-19.
Dalam surat tersebut, ada edaran terkait sampah rumah tangga limbah infeksius selain dari fasilitas pelayanan kesehatan. Kategori tersebut berasal dari rumah tangga yang terdapat Orang Dalam Pemantauan (ODP) serta sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.
Baca Juga: AKAP dan AKDP Dilarang Beroperasi, Pemudik Diminta Putar Balik
Dari penggolongan tersebut, sampah masker dan sarung tangan sekali pakai diketahui tidak hanya mencemari lingkungan, namun juga dapat mengancam petugas persampahan yang bertugas di rumah warga.
“Oleh karena itu perlu pengelolaan dengan standar tertentu agar tidak menimbulkan permasalahan baru, karena petugas persampahan dan pemulung bisa terpapar virus karena limbah infeksius itu,” kata Agus.