PIKIRAN RAKYAT - Membunyikan lodong atau meriam dari bambu dan bahan lainnya menjadi tradisi yang selalu mewarnai bulan puasa saban tahun. Di balik dentuman meriam tersebut, ada sejarahnya terkait penanda awal Ramadhan hingga patokan waktu masyarakat tempo dulu.
Pertempuran terjadi di Kampung Pasirangsana, Desa Rende, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat, Senin, 11 April 2022. Di lereng bukit, tiga pemuda membidikkan lodong berbahan spirtus ke arah kampung di bawahnya. Dan dentuman menggelegar pun terdengar memekakkan telinga.
Setelah itu, mereka mulai mengisi kembali meriam dari bahan pipa paralon itu dengan amunisi baru. Bagian belakang lodong yang ditutupi botol plastik dibuka tutupnya. Kemudian disemprot menggunakan cairan spirtus dan lodong sedikit diguncang-guncang.
Dengan sedikit tekanan pada tombol kecil yang berasal dari korek gas, lodong itu pun berdentum. Sore itu, ketiga pemuda tersebut tak mendapat perlawanan yang berarti dari kampung bawah. Rentetan dentuman lodong mereka mendominasi dan menyerang aktif silih berganti.
Baca Juga: Sampaikan Aspirasi dengan Santun, Mabes Polri Ucapkan Terima Kasih kepada Mahasiswa
Sang lawan hanya sesekali membalas dengan dentuman yang lebih lemah. Begitulah kegiatan sejumlah pemuda asal Pasirangsana itu di bulan suci. Waktu ngabuburit atau menunggu berbuka puasa dimanfaatkan mereka dengan memeriahkan suasana dengan gelegar lodong.
"Wengi paling tos taraweh sareng tos salat subuh, ngabuburit (Malam paling sehabis salat Tarawih, salat subuh dan ngabuburit)," kata Joni, 18 tahun mengenai waktu mereka beraksi bermain lodong.
Ia menuturkan, lodong mereka berbeda dengan lodong-lodong tempo dulu yang berbahan bambu. Penggunaan lodong bambu memang sudah jarang terlihat dan mulai berganti dengan lodong paralon.
Baca Juga: Intel Prancis: Pasukan SAS Inggris dan Delta Force AS Tabuh 'Perang Rahasia' di Ukraina
"Zaman sekarang (lodong paralon) lagi trendi," kata Arya, 15 tahun, kawan Joni menambahkan.