PIKIRAN RAKYAT - Tidak dapat dipungkiri saat ini prevalensi kasus stunting di Jawa Barat sebesar 24,5 persen berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 atau 2 dari 10 anak Jabar berisiko stunting.
Stunting adalah kurangnya pemenuhan kebutuhan gizi, pola pengasuhan anak yang kurang baik, dan kurangnya akses air bersih dan sanitasi sehingga berdampak pada gagal tumbuh kembang dan gangguan metabolisme pada anak.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Nina Susana Dewi mengatakan, stunting merupakan permasalahan multidimensional yang memerlukan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah untuk menanganinya.
Pandemi telah meningkatkan angka kemiskinan, sehingga berpotensi menurunkan aksesibilitas terhadap pangan bekualitas dan layanan kesehatan yang berpengaruh kepada penanganan stunting dan capaian target Jabar Zero Stunting.
Baca Juga: Buruh Cimahi Siap All Out Turun ke Jalan Perjuangkan Kenaikan UMK 2023
“Hanya tersisa 2 tahun untuk mencapai target 14%. Dibutuhkan upaya bersama yang sungguh sungguh untuk melaksanakan program dan mencapai target tersebut,” kata Nina.
Menurut dia, penurunan stunting tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat karena diperlukan kontinuitas dan sustainability dari intervensi yang dilakukan.
“Oleh karena itu, harus dipastikan program-program yang diperlukan dapat dilaksanakan secara terus menerus,” ucapnya.
Adapun upayanya mulai dari pencegahan stunting pada periode 1000 HPK, periode sebelum hamil, remaja puteri mengkonsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) 1 tablet Perminggu, KIE Kesehatan reproduksi remaja.
"Calon pengantin pun perlu diedukasi melalui KIE kesprocatin, menikah pada usia ideal laki-laki 25- 30 tahun perempuan 20-25 tahun,"katanya.