kievskiy.org

Guru SMK Sebut 'Maneh' ke Ridwan Kamil, Pegiat Sastra Sunda: Harus Hormat kepada Pemimpin

Potret kebersamaan Muhammad Sabil Fadhilah dan Ridwan Kamil tahun 2016 silam.
Potret kebersamaan Muhammad Sabil Fadhilah dan Ridwan Kamil tahun 2016 silam. / Instagram/@sabilfadhillah

PIKIRAN RAKYAT – Guru honorer di SMK Telkom Sekar Kemuning Kota Cirebon, Muhammad Sabil Fadhilah, dipecat usai mengkritik Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui komentar di Instagram. Hal yang menjadi perhatian adalah Muhammad Sabil Fadhilah yang memakai kata 'maneh' dalam komentarnya.

Sejumlah orang menganggap kata itu tidak pantas ditulis seorang guru yang seharusnya menjadi sosok teladan. Pegiat sastra Sunda, Kang R. Saéful Hayat, turut menyoroti persoalan penggunaan kata ‘maneh’ dalam bahasa Sunda. Penulis cerpen di media berbahasa Sunda, Galura, itu membahas soal undak usuk bahasa Sunda.

“Jika dilihat dari undak usuk bahasa, ada bahasa untuk orang yang lebih tua, untuk orang yang lebih muda, maupun bahasa loma (bahasa yang digunakan untuk orang yang umurnya sebaya). Nah, biasanya kata 'maneh' masuk ke dalam bahasa loma atau pergaulan, memang tendensinya kasar, tapi jika sudah masuk ke bahasa pergaulan, tidak lagi kasar, tetapi jadi bahasa yang komunikatif,” kata Kang Saéful Hayat saat diwawancarai Pikiran-rakyat.com pada Kamis, 17 Maret 2023.

Baca Juga: Gas Air Mata Tertiup Angin, Polisi Divonis Bebas dalam Tragedi Kanjuruhan

Namun, kata Kang Saeful, intonasi juga dapat memengaruhi rasa sebuah bahasa. Misalnya, kata ‘maneh’ yang diucapkan dengan nada datar, maka akan terdengar biasa (tidak ofensif) oleh lawan bicara. Namun, jika diucapkan dengan nada tinggi, maka bisa dianggap ofensif atau kasar oleh lawan bicara.

Kata ‘Maneh’ dalam Komunikasi

Terkait dengan kepatutan atau kesopanan penggunaan kata ‘maneh,’ Kang R. Saéful menyebut bahwa dalam bahasa loma, terbangun komunikasi setara dan horizontal sehingga penentuan sopan atau tidaknya kata ‘maneh’ sangat bergantung kepada kedua belah pihak.

“Sebenarnya (yang berhak menentukan sopan atau tidak) adalah dua-duanya, jadi semacam hubungan komunikasi yang horizontal, baik si pembicara maupun si pendengarnya pasti merasakan kepantasan karena tadi sifatnya sejajar, atau peer group,” sebut Kang R. Saéful Hayat.

Meski demikian, dalam bahasa sunda yang memiliki undak usuk bahasa, kesopanan berbahasa memiliki tekanan khusus. Sehingga, pembicara harus memperhatikan kepada siapa dia menjalin komunikasi.

Baca Juga: Guru Pengkritik Ridwan Kamil Enggan Kembali Mengajar Meski SMK Telkom Cirebon Cabut Surat Pemecatan

“Beda misalnya jika bahasanya untuk orang yang lebih tua, yang berhak menentukan kelayakan, ya, orang yang lebih tua. Misalnya kita kepada kakek, kita memanggil 'maneh', maka si kakek berhak menentukan itu tidak pantas,” tuturnya menjelaskan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat