PIKIRAN RAKYAT - Pemerintah Kota Bogor memilih menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Mikro dan Komunitas (PSBMK) ketimbang PSBB total seperti DKI Jakarta.
Keputusan itu didasarkan pada pemaparan hasil riset bertajuk ‘Survei Persepsi Risiko Covid-19’ yang disampaikan Associate Professor Nanyang Technological University Sulfikar Amir secara virtual dari Balai Kota Bogor, Jumat 11 September 2020 lalu.
Wali Kota Bogor Bima Arya menuturkan, dalam hasil riset tersebut disampaikan bahwa masih banyak masyarakat yang terdampak secara ekonomi. Jika PSBB total diterapkan, Kota Bogor perlu menyiapkan anggaran bantuan sosial dan personil yang cukup.
Baca Juga: Buka Suara Soal Kades Viral yang Bertato, Kemendagri: Pejabat Tak Boleh Simbolkan Persepsi Negatif
“Jadi bisa dibayangkan ketika tidak teredukasi, tidak paham dan terpapar secara ekonomi, kemudian kita terapkan PSBB secara ketat tanpa dibantu secara ekonomi, maka tidak mungkin. Selain itu penerapan PSBB membutuhkan jumlah personil yang cukup untuk mengamankan, butuh anggaran bantuan sosial yang cukup,” tutur Bima.
Sejauh ini, tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap Covid-19 juga sangat dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Dari survei tersebut, 62 persen warga terdampak secara ekonomi.
Sebanyak 16 persen kehilangan pekerjaan, 13 persen dari mereka kehilangan pekerjaan dan melakukan pekerjaan, dan 11 persen ainnya mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih kecil.
Baca Juga: Jelang MotoGP San Marino, Franco Morbidelli Jelaskan Makna dari Desain Helm Terbarunya
Survei juga membuktikan jika 12 persen warga Bogor rela menghadapi risiko tertular Covid-19 agar penghasilannya tidak terganggu. Sementara 27,85 persen menjawab mungkin saat ditanya rela atau tidak.