kievskiy.org

Arti Munggah Akar Kata Munggahan, Berkaitan Erat dengan Arwah Nenek Moyang

Ilustrasi - Masyarakat Indonesia di Quito, Ekuador meski jauh dari tanah air namun tetap melestarikan kebiasaan yang sering dilakukan di tanah air seperti halnya tradisi Munggahan menjelang bulan suci Ramadhan melaksanakan tradisi Munggahan.
Ilustrasi - Masyarakat Indonesia di Quito, Ekuador meski jauh dari tanah air namun tetap melestarikan kebiasaan yang sering dilakukan di tanah air seperti halnya tradisi Munggahan menjelang bulan suci Ramadhan melaksanakan tradisi Munggahan. /Antara

PIKIRAN RAKYAT - Beberapa hari menjelang memasuki Ramadhan, ada sebuah tradisi yang sering dilakukan oleh masyarakat Sunda. Tradisi itu disebut munggahan.

Munggah berasal dari kata unggah yang berarti naik atau meningkat, yang konon pada zaman dahulu roh dan arwah nenek moyang atau kerabat yang sudah meninggal.

Sesuai dengan pengertiannya, kata munggah tersirat arti perubahan ke arah yang lebih baik yang berasal dari bulan sya’ban menuju Ramadhan untuk meningkatkan kualitas iman kita saat sedang berpuasa.

Bagi masyarakat Sunda, tradisi Munggahan tidak hanya mengandung ajaran Islam secara simbolis. Namun, juga mengandung nilai kemanusiaan yang kuat sehingga dapat menunjukkan hubungan universal antar manusia.

Arti Munggahan

Prof Jakob Sumardjo dalam buku “Sunda Pola Rasionalitas Budaya” (Kelir, 2015: hal.324-328) mengungkapkan bahwa munggahan yang dilakukan sebelum puasa Ramadhan dan menjelang akhir Puasa, sebenarnya mempunyai arti bahasa yang sama, yaitu naik. Arti naik ini berkaitan dengan arah di zaman nenek moyang Indonesia.

Pada zaman pra-modern, hanya dikenal komunikasi sosial lewat sungai. Hampir semua hunian tua di Indonesia selalu berada di tepi sungai. Sungai merupakan jalan raya bagi nenek moyang kita.

Pembuatan jalan baru diperlukan ketika lembaga kerajaan mulai dikenal masyarakat Indonesia. Sebab, sungai merupakan sarana komunikasi dan transportasi yang vital, maka dikenal adanya istilah arah hulu dan hilir, mudik dan muara.

Pada masa itu, jika seseorang mengatakan mau mudik, jelas artinya mau pergi ke hulu. Sedangkan jika mau ke hilir, berarti mau ke arah muara.

Orang yang menuju ke hulu dapat berarti 'naik', 'munggah', 'pulang', 'ke hutan', 'ke kebun', 'ke bukit', 'ke kampung'. Sedangkan orang yang menunjuk ke hilir dapat berarti 'pergi', 'keluar', 'ke pasar', 'merantau', 'kerja'.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat