kievskiy.org

Teks Ceramah Ramadhan 2022: Menangkal Rasa Islamofobia Saat Ramadhan

Di Indonesia, Islamofobia sudah muncul sejak awal kemerdekaan negara ini. Yaitu, ketika ada perdebatan kuat di kalangan para pendiri negara.
Di Indonesia, Islamofobia sudah muncul sejak awal kemerdekaan negara ini. Yaitu, ketika ada perdebatan kuat di kalangan para pendiri negara. /Pixabay/chiplanay Pixabay/chiplanay

PIKIRAN RAKYAT - Islamofobia atau ketakutan terhadap Islam saat ini menunjukkan kecenderungan yang meningkat di berbagai wilayah di dunia. Karenanya, tak heran jika Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 15 Maret 2022 sebagai International Day to Combat Islamophobia atau Hari Melawan Islamofobia Internasional untuk pertama kalinya.

Indonesia adalah satu satu dari 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang mendukung penetapan ini. Seperti disampaikan oleh M Kurniadi Koba selaku Deputy Permanent Representative Indonesia di PBB dalam pidatonya di depan sidang PBB, Indonesia prihatin dengan meningkatnya insiden dan manifestasi Islamofobia secara global. Ia juga menyatakan perlunya memanfaatkan kekuatan pendidikan dan media untuk melawan kebencian, prasangka, dan hal-hal negatif serta  untuk merekonstruksi narasi positif seputar Islam dan Muslim.

Sejarah Islamofobia sudah dimulai sejak lama. Kajian Islamofobia di media juga cukup banyak dilakukan oleh para pakar media di berbagai negara. Sebaliknya, kampanye mengenai Islam yang damai belum menjangkau banyak kalangan. Di Indonesia, Islamofobia sudah muncul sejak awal kemerdekaan negara ini. Yaitu, ketika ada perdebatan kuat di kalangan para pendiri negara ini, apakah negara Indonesia yang akan didirikan ini berbasis Islam atau tidak. 

Pada era digital saat ini, Islamofobia muncul dalam bentuk yang lain, seperti eksklusivitas yang ditudingkan kepada sekelompok kalangan yang menjalankan syariat Islam atau bentuk-bentuk lain yang ikut digaungkan oleh media massa maupun media sosial. Akibatnya muncul perdebatan yang kontraproduktif sehingga membuat banyak orang lupa berbagai masalah bangsa yang lebih penting.

Karena itu, momentum Ramadhan kali ini akan sangat baik jika dijadikan sebagai upaya untuk memperluas kampanye mengenai Islam yang damai dan menyejukkan sehingga bisa mengikis ketakutan terhadap Islam akibat pandangan yang keliru. Media massa dan media sosial mempunyai peran besar untuk memviralkan keagungan Ramadhan sekaligus ibadah sosial Muslim di bulan ini. 

Melalui momentum Ramadan, kita sebagai umat Islam bisa ikut berperan dalam kampanye positif tentang Islam. Salah satunya dengan memviralkan beragam kegiatan positif yang kita lakukan selama Ramadan, seperti berbagi dengan kaum dhuafa, memberi buka puasa kepada jamaah masjid, memperbanyak sedekah dan lainnya. Dengan media sosial, kita bisa menjangkau seluruh kawasan di dunia hanya melalui  ketukan jari. Dengan cara itu, kita ikut berkontribusi dalam menangkal penyebaran Islamofobia di manapun.   

Ramadhan adalah momentum bagi kita untuk merenungkan kembali iman dalam diri kita. Ramadan juga kesempatan bagi kita untuk meningkatkan ibadah ritual dan sosial karena pahalanya yang dilipatgandakan. Seperti diungkapkan Jamie Merchant, pegiat di lembaga Zakat Foundation of America dalam opininya yang dimuat oleh situs aljazeera.com, “Mari menjadikan Ramadhan ini sebagai contoh yang kuat dari masyarakat inklusif dan penuh kasih sayang jika kita diminta untuk mempraktikkan semangat kemanusiaan bulan suci ini dalam aktivitas sepanjang tahun.”

Semoga ikhtiar kita yang tulus sampai kepada mereka yang masih keliru melihat Islam sehingga Islamofobia bisa ditekan. Wallahu a'lam. (Arba’iyah Satriani, S.Pi., M.A (Hons); Dosen Fikom Unisba)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat