kievskiy.org

Tokoh Bulan Ini: As'ad Humam, Buku Iqro, dan Kepedulian terhadap Generasi Muda Al-Qur'an

Tokoh Bulan Ini Kiai As'ad Humam, pencetus Buku Iqro yang legendaris.
Tokoh Bulan Ini Kiai As'ad Humam, pencetus Buku Iqro yang legendaris. /ITB AD

PIKIRAN RAKYAT - Berikut Tokoh Bulan Ini yakni Kiai Asad Humam. Ternyata sosoknya terkenal peduli dengan generasi muda yang saat itu belum lancar belajar membaca Al-Qur'an, ia pun menciptakan inovasi di zamannya.

Kiai As'ad Humam adalah pencipta Buku Iqro yang legendaris. Anak-anak atau siapapun yang ingin mahir membaca Al-Qur'an bisa menjadikan buku tersebut sebagai panduannya. Terdapat enam jilid dari buku kecil tersebut.

Peduli terhadap generasi muda

Kiai Asad Humam peduli terhadap generasi muda di tempat asalnya, Kotagede, Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ketika era 1960-an dan 1970-an. Ia pun menciptakan Buku Iqro untuk mempermudah mereka belajar membaca Al-Qur'an.

Peneliti Yuliana Sari dari Fakultas Ilmu Tarbiyah, UIN Raden Mas Said Surakarta meriset tentang buku tersebut pada 2023. Judul penelitiannya adalah "Modifikasi Buku Iqro karya As'ad Humam dengan Metode Al-Baghdadiyah untuk Anak".

Tokoh Bulan Ini yakni Kiai As'ad Humam, pencetus Buku Iqro yang mempermudah belajar baca Al-Qur'an.
Tokoh Bulan Ini yakni Kiai As'ad Humam, pencetus Buku Iqro yang mempermudah belajar baca Al-Qur'an.

"Buku Iqra’ merupakan salah satu buku yang digunakan untuk belajar membaca al-Qur’an. Buku berbasis metode iqra’ tersebut didefinisikan oleh Humam sebagai buku yang digunakan oleh para pendidik dalam mengajarkan peserta didik membaca al-Qur’an dengan menekankan langsung pada latihan membaca," ujarnya.

Metode Iqro adalah metode cara cepat membaca Al-Qur'an dengan pendekatan cara siswa belajar aktif (CSBA), privat (satu per satu), dan asistensi (santri dengan tingkat Iqro lebih tinggi menyimak santri dengan iqro di bawahnya). Santri yang belajar didorong untuk aktif, sedangkan guru menyimak sebagai fasilitator.

Kiai As'ad Humam pada mulanya adalah Pengarah Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushola Yogyakarta. Ia merasa prihatin dengan santri yang saat itu belajar dengan metode Baghdadiyah membutuhkan waktu 2-5 tahun untuk bisa baca Al-Qur'an. Ia pun bertekad menyempurnakan metode-metode yang sudah ada.

"Anak-anak (saat itu) lebih tahan duduk berjam-jam di depan TV daripada duduk setengah jam di depan guru ngaji. Akibatnya, harus dibutuhkan waktu 2-5 tahun untuk bisa memiliki kemampuan membaca Al-Qur’an. Berdasarkan pengalaman-pengalaman dan alasan tersebut, maka terbentuklah metode iqra’ yang dianggap lebih baik dan efisien dari metode sebelumnya," kata Yuliana Sari.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat