kievskiy.org

Braga Beken Jangan Cuma Jadi Etalase Cantik Kota Bandung yang Dianggap Romantis

Suasana Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat, saat hari pertama pemberlakuan Braga Free Vehicle, Sabtu, 4 Mei 2024.
Suasana Jalan Braga, Kota Bandung, Jawa Barat, saat hari pertama pemberlakuan Braga Free Vehicle, Sabtu, 4 Mei 2024. /Pikiran Rakyat/Irwan Suherman

PIKIRAN RAKYAT - “Braga deui, Braga deui”, begitu celetuk seorang kawan saat merespon program Braga Free Vehicle. Awalnya program ini sempat menuai kritik karena dianggap keminggris, hingga ditemukanlah nama lokalnya menjadi Braga Bebas Kendaraan yang disingkat Braga Beken.

Tentu saja persoalan pilihan bahasa dari nama tersebut bukanlah masalah yang utama, entah itu bahasa Inggris, Indonesia atau bahkan Sunda tidak jadi soal. Justru yang utama ialah dari nama tersebut publik dapat membaca atau minimal mengira-ngira maksud dan tujuan dari suatu program atau kebijakan publik.

Lantas apa sesungguhnya tujuan dari program ini? Dan mengapa lagi-lagi Braga? Dalam rilisan persnya, Pemkot Bandung mengklaim bahwa program Braga Beken ini disambut antusias oleh warga, bahkan disertai kutipan seorang warga yang bertanya, “apakah boleh botram di trotoar dengan membawa bekal dari rumah?”

Dan, masih dalam rilisan yang sama, PJ Walikota Bandung Bambang Tirtoyuliono mengatakan tujuan dari pemberlakuan Braga Beken adalah untuk memberikan kenyamanan bagi pengunjung yang selama ini merasakan kemacetan dan kesemrawutan di Braga. Lebih dari itu, program ini juga dianggapnya dapat turut mempromosikan dan melestarikan Braga sebagai jalan legendaris di kota Bandung.

Suasana di perempatan Braga saat diberlakukan Braga Free Vehicle, Sabtu, 4 Mei 2024.
Suasana di perempatan Braga saat diberlakukan Braga Free Vehicle, Sabtu, 4 Mei 2024.

Demi suksesnya program tiap akhir pekan yang dimulai Sabtu pukul 00.00 WIB hingga berakhir Minggu 23.59 itu, setidaknya ada 8 aturan yang dicanangkan oleh Pemkot Bandung. Dari mulai pelarangan aktivitas perdagangan, promosi dan sosialisasi di Ruang Milik Jalan (Rumija), penutupan arus kendaraan bermotor dan tidak bermotor (termasuk sepeda, otoped dan sejenisnya), pelarangan membawa semua jenis hewan peliharaan tanpa terkecuali, tidak diperbolehkannya membawa senjata tajam, minuman keras, narkotika dan sejenisnya, pengaturan tingkat kebisingan maksimal 12 dB, hingga pewajiban bagi masyarakat untuk menjaga kebersihan, keindahan, ketertiban dan ketentraman.

Dari aturan-aturan tadi tentu saja muaranya ialah menciptakan suasana yang aman dan nyaman bagi pengunjung atau wisatawan, walaupun ada beberapa aturan yang bagi saya cukup unik bila dikaitkan dengan konteks pariwisata Braga saat ini. Pelarangan membawa minuman keras, misalnya, pada kenyataannya beberapa café di Braga justru menjual minuman beralkohol sebagai salah satu produk utama mereka.

Lalu, pelarangan penggunaan kendaraan tidak bermotor, dari mulai sepeda hingga sepatu roda bagi pengunjung yang justru berkebalikan dengan tren berwisata hijau yang sedang marak di berbagai kota besar hari ini. 

Paris Respire

Dari latar pembuka catatan ini, terasa betul bahwa motif hadirnya kebijakan Braga Beken ialah pariwisata, tapi apakah pariwisata, khususnya wisata kota melulu hanya tentang memberikan kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung di destinasi itu? Bagaimana dengan upaya distribusi wisatawan ke berbagai penjuru kota lainnya?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat