kievskiy.org

Mengenang untuk Bertafakur

KUBAH hitam yang megah Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.*
KUBAH hitam yang megah Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.*

BAYANGAN tentang tragedi tsunami yang terjadi 11 tahun silam membuat Aceh menjadi daerah yang sangat istiewa. Keinginan berziarah untuk mendoakan para korban dan bertafakur pada Yang Maha Kuasa selalu terpendam sejak lama.

 
Dari Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh, perjalanan melaju menuju kota Banda Aceh. Saya ingat persis, sewaktu dulu setelah tsunami ada daerah yang dilintasi kendaraan dan terkesan sangat angker. Yang tak dapat dilupakan adalah aroma bau busuk yang sangat menyengat. Aroma tak sedap itu berasal dari areal yang dijadikan kuburan massal korban tsunami. Belakangan, saya baru mengetahui bahwa daerah itu bernama Siron.
 
Sekarang, kuburan massal itu sudah tertata rapi. Sebuah gerbang besar dengan ornamen berbentuk ombak, menjadi penanda di bagian depan di pinggir jalan. Selain lapangan rumput yang asri, juga terdapat tempat selter bagi para peziarah untuk beristirahat. Sebagai informasi, kuburan massal korban tsunami lainnya juga terdapat di sekitar Pantai Ule Lheue.
 
Beberapa tempat sempat dikunjungi di sela-sela padatnya acara di Banda Aceh. Salah satunya adalah Museum Tsunami Aceh, kapal besar PLTD Apung yang terseret hingga beberapa kilometer ke wilayah permukiman, serta beberapa tempat yang dahulu porak poranda.
 
Di Museum Tsunami Aceh, trauma akan kenangan buruk membuncah. Sementara di kapal PLTD Apung yang terdampar di permukiman kita dapat membayangkan seberapa besar gelombang yang menerjang. Lapangan Blang Padang yang kini menjadi pusat aktivitas masyarakat kota Banda Aceh juga dahulu tak karuan bentuknya karena banyaknya puing dan lumpur. Sementara sejumlah muara sungai yang dahulu tersendat karena banyaknya puing dan jenazah kini sudah tertata rapi dan bersih.
 
Menjalankan salat di Masjid Raya Baiturrahman adalah salah satu tempat yang membangkitkan trauma sekaligus tempat yang tepat untuk bertafakur. Keadaannya tentu saja lebih baik dibandingkan saat setelah tsunami dulu. Meskipun demikian, 7 kubah hitamnya, tiang-tiang kokohnya, serta ornamen-ornamen indahnya masih seindah dahulu.
 
Minggu, 20 Maret 2016, saya tertinggal satu rakaat saat salat Magrib di Masjid Baiturrahman. Jalan yang harus memutar ke bagian belakang masjid melintasi lorong-lorong pasar membuat waktu tempuh menuju masjid agak lama. Salat Magrib yang dijalankan berlangsung sangat sendu dengan lantunan ayat-ayat suci yang dibacakan imam masjid.
 
Selepas Magrib, seorang penceramah menyampaikan petuahnya tentang perlunya menjaga keseimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Ceramah itu ternyata disiarkan langsung oleh Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh. Di sudut masjid, beberapa jemaah lainnya tampak khusyuk membaca kitab suci Alquran.
 
Petuah-petuah yang disampaikan dalam ceramah berlangsung hingga menjelang salat Isya. Lantunan ayat-ayat suci nan indah kembali mengalun saat salah Isya berjemaah. Lantunan ayat-ayat suci yang membuat tafakur semakin syahdu.***
 
 
 

Kapal PLTD Apung yang terseret hingga beberapa kilometer ke permukiman warga.*

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat