kievskiy.org

Tidak Ada Perang Saudara dalam Tragedi 1965

SEJUMLAH tokoh dan pembicara dalam Simposium Nasional Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.*
SEJUMLAH tokoh dan pembicara dalam Simposium Nasional Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.*

JAKARTA, (PR).- Tokoh Nahdlatul Ulama Imam Aziz menyanggah adanya anggapan perang saudara di masa tragedi 1965. Berdasarkan penelusurannya, alih-alih perang saudara, kejadian pada masa itu jelas terlihat adanya rantai komando. Hal itu diperkuat dengan pernyataan mantan komandan RPKAD, Sintong Panjaitan.

"Dia (Sintong) dengan jelas menyebut ppasukannya sedikit, lalu merekrut Ansor, Muhammadiyyah, ini terkonfirmasi. Dan tidak ada perang di situ," kata Imam dalam Simposium Nasional Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa, 19 April 2016.

Menurut Imam, sejak tahun 2000-an, sekumpulan anak muda NU sudah berkumpul dalam Sarikat Indonesia untuk mengetahui sejarah yang selama ini terkesan disembunyikan. Anak muda ini gerah dan ingin melihat dari dua sisi yang berimbang antara NU dan masyarakat korban 1965.

"NU jangan sekali-kali bangga dengan 1965. Kita tidak tahu apa-apa. Waktu itu saya Ansor dan disuruh ke kantor militer, pake baju militer. Dan ancaman mau membunuh atau dibunuh. Jangan sekali-kali bangga," ucapnya.

Kenyataannya, sambung Imam, tak secara general semua Kiai dan Ulama merestui pembantaian itu. Dia bercerita, seorang kiai asal Jawa Tengah justru melarang santrinya keluar malam untuk menghindari keterlibatan mereka dalam pembantaian itu. "Kiai yang bernama Abdullah Hakki itu bercerita pada saya dia tidak mau santrinya membunuh orang tanpa alasan. Karena membunuh satu orang berarti membunuh semua manusia, oleh karena itu semua santri harus diam di pesantren," ucapnya seraya menuturkan, Kiai itu juga memberi perlindungan untuk orang-orang yang diincar.

Pihaknya pun meminta maaf jika ada pihak-pihak yang tersakiti oleh NU selama tragedi 1965. Tak dimungkiri jika selama ini masih banyak wacana yang mengemuka jika tragedi 1965 adalah pertempuran antara PKI dengan NU. "Seandainya apa yg dilakukan NU menyakitkan bapak-bapak, membuat bapak-bapak menderita. Kami mohon maaf," ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat