kievskiy.org

Pilkada Serentak di Jabar 2015, Golput Tertinggi

BANDUNG, (PR).- Angka partisipasi pemilih pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak di Jawa Barat tahun 2015 lalu, paling rendah dibandingkan dengan proses pelaksanaan pemilihan umum di Jawa Barat lainnya, seperti pemilihan gubernur tahun 2013, pemilihan legialif dan presiden 2014. Paritisipasi pemilihan kepala daerah hanya 60 persen, sedangkan untuk pemilihan gubernur 63 persen, pemilihan legislatif 71,3 persen dan pemilihan presiden untuk warga Jabar menggunakan hak pilih mencapai 80 persen. “Masalah ini menjadi kajian bersama, agar saat pemilihan kepala daerah serentak pada bulan Februari 2017 mendatang, angka partisipasinya mengalami kenaikan. Jangan sampai, angka partisipasinya rendah, atau angka yang golput (tak menggunakan hak pilihnya) tertinggi kembali,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Ineu Purwadewi Sundari, Senin, 1 Agustus 2016, saat memberikan kuliah umum di Fisip Universitas Islam Nusantara dengan tema “Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu di Jawa Barat”, di Kampus UIN, Bandung. Selain mahasiswa UIN, hadir juga mahasiswa Universitas Malaya, Malaysia. Ineu memaparkan, waktu Pilgub Jabar tahun 2013 angka partisipasi 63,85 % dari 32.536.980 pemilih, di Pileg tahun 2014: 71,3 % dari 32.813.211 pemilih. Pada Pilpres tahun 2014: 80 % dari 33.045.101 pemilih. Sementara, pada Pemilihan kepala daerah serentak 2015 partisipasinya sekitar 60 % dari 11.806.231 pemilih. Dia melihat, tingginya angka golput bisa karena masyarakat putus asa dengan keadaan yang tidak berubah; masyarakat putus asa atau kecewa dengan pemerintah;, masyarakat yang apatis terhadap pemerintah, tidak mendapatkan figur yang cocok untuk dipilih dan menjadi harapan. “Atau memang menganggap bahwa golput sebagai sikap memprotes pemerintah dan adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan dan bersifat penting,” katanya. Ada beberapa saran dsampaikan oleh Ketua DPRD Jawa Barat untuk meningkatkan demokrasi di Pemilu . Pertama, perbaikan perilaku aktor politik . Termasuk para politisi dan pemerintah atau lembaga demokrasi untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. “Mengembalikan kepercyaan penyelenggara pemilu. Saat ini integrits penyelenggara pemilu sudah lebih baik. Namun keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang memberi sanksi penyelenggara Pemilu di daerah, telah menciderai integritas penyelenggara Pemilu,” katanya. Melibatkan pemilih non partisipasi skpetis idealistik pada proses Pemilu. Pelibatan mereka bisa dilakukan di berbagai poisis, mulai penyelenggara, pemantau dan agen-agen sosialisasi. Ineu juga menekankan pendidikan pemilih agar turut berpartisipasi hendaknya dengan memperhatikan berbagai perspektif yakni dengan melibatkan kelompok distabilitas, pemilih pemula, perempuan dan kelompok pemantau. “Kehadiran media sosial merupakan peluang baik bagi penyelenggara Pemilu dalam melakukan pendidikan pemilih dan penyampaian indformasi pemilu. Media sosial bisa menjadi instrumen baik untuk melengkapi strategi pendidikan dan penyampaian informasi pemilih yang sekarang sudah berjalan,” ujarnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat