kievskiy.org

Umat Muslim Pengadu Pelanggaran HAM Terbanyak

Sebanyak 620 personel dikerahkan untuk mengamankan Kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sasana Budaya Ganesha Kota Bandung, Jumat 23 Desember 2016 lalu.*
Sebanyak 620 personel dikerahkan untuk mengamankan Kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sasana Budaya Ganesha Kota Bandung, Jumat 23 Desember 2016 lalu.*

JAKARTA, (PR).- Komisioner Komnas HAM Jayadi Damanik menuturkan, jika melihat peta korban, umat muslim menjadi korban terbanyak dalam kasus-kasus pelanggaran hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan tahun 2016. Dari 97 laporan yang masuk, 24 di antaranya terkait permasalahan masjid dan musala di Indonesia bagian tengah dan timur seperti Bali, Bitung, Manado, dan Manokwari. Ada pula pelarangan pembangunan sarana ibadah milik warga Muhammadiyah di Bireun, Aceh.

"Jamaah Ahmadiyah Indonesia menjadi korban terbanyak kedua dengan 22 pengaduan, naik dari tahun lalu yang hanya 17 pengaduan. Sementara pelarangan tempat ibadah umat Kristen ada 17 pengaduan dengan tempat paling banyak di Indonesia bagian barat seperti Aceh, Jawa Barat, dan Jakarta," ucap Jayadi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa 10 Januari 2016.

Ketua Komnas HAM yang juga Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Imdadun Rahmat menuturkan, dibanding tahun 2015, pada 2016 lalu memang ada peningkatan kasus. Jika pada 2015 ada 87 pengaduan, pada 2016 ada 97 pengaduan. Angka itu menunjukkan kasus pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan masih akan menjadi sorotan tahun 2017. 

"Masalah baru muncul tapi yang lama belum selesai. Jadi menumpuk. Ada banyak persoalan yang ditutupi dan terjadinya solidaritas negatif. Solidaritas negatif ini tidak baik seperti misalnya kalau Anda mencubit teman saya di daerah Anda, saya akan cubit teman Anda di daerah saya," kata Rahmat.

Dalam menangani kasus-kasus seperti itu, Komnas HAM pun dituntut netral. Dia menegaskan, tak ada keberpihakan Komnas HAM pada satu kelompok. Pernyataan itu menjawab tuduhan sejumlah pihak intoleran yang kerap menuduh Komnas HAM berada di balik kepentingan minoritas.

"Mau minoritas, mayoritas, kalau ada pelanggaran KBB, kami turun. Kami juga sedang mengusut pengusiran Jamaah Tablig di Nusa Tenggara Timur. Ada juga praktik baik yang dilakukan oleh Pemkot Manado misalnya dengan memberi izin Masjid Jabal Nur yang awalnya dilarang dan lain-lain," ucapnya.

Rahmat juga menegaskan, proses di beberapa daerah masih terus berlangsung dan jalannya masih panjang. Karena diakuinya, ada daerah yang merasa nyaman dengan Komnas HAM namun ada pula yang menolak karena menilai HAM bukan persoalan di daerahnya dan mengganggu pembangunan.

"Ada yang mengganggapnya tidak penting tapi banyak pula yang mulai menganggapnya penting," ucapnya.***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat